Ombudsman Terima 239 Laporan Terkait Masalah Lahan, Tata Niaga dan Perizinan Kepala Sawit

Tampak tumpukan TBS sawit di salah satu pengepul yang akan diangkut untuk dijual ke pabrik.--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Ombudsman RI melaporkan telah menerima 239 laporan masyarakat mengenai isu perkelapasawitan dari tahun 2018 hingga 2023, dengan angka laporan yang menunjukkan tren peningkatan setiap tahunnya.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyatakan dalam keterangan resmi pada Kamis bahwa pihaknya telah meminta data dan penjelasan dari berbagai kementerian dan lembaga terkait untuk menangani laporan-laporan tersebut.
Menurut Yeka, beberapa masalah utama yang muncul meliputi aspek lahan, perizinan, dan tata niaga.

BACA JUGA:Update Terbaru! Harga TBS Sawit Provinsi Jambi Awal Agustus Melonjak

BACA JUGA:Pemkab Batanghari Akan Sanksi Warga yang Tanam Sawit di Tahura

"Permasalahan dalam sektor perkelapasawitan melibatkan berbagai aspek seperti agraria, perkebunan, pertanian pangan, penegakan hukum, perizinan, dan kehutanan," jelasnya dalam diskusi kelompok terarah di Pekanbaru sebagaimana dikutip jambiekspres.co dari Antara.
Yeka mengungkapkan bahwa masalah utama terkait lahan adalah ketidakpastian hak atas tanah yang seringkali tumpang tindih dengan kawasan hutan. Ini berlaku baik untuk kebun kelapa sawit yang diusahakan oleh pekebun rakyat maupun perusahaan besar.
Dalam aspek perizinan, ditemukan bahwa perkebunan kelapa sawit dengan luas 25 hektare atau lebih wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP).

BACA JUGA:Dongkrak Kualitas Tata Kelola Sawit Rakyat Jambi

BACA JUGA:Jual Sawit 2025 Pakai Barcode Sertifikat

Sementara itu, kebun sawit dengan luas di bawah 25 hektare memerlukan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB).
Dari segi tata niaga, terdapat perbedaan harga Tandan Buah Segar (TBS) antara berbagai wilayah, dan kebijakan biodiesel yang mengharuskan 35 persen biodiesel berasal dari minyak sawit (Fatty Acid Methyl Ester/FAME) juga menimbulkan masalah.

Keluhan mencakup ketidakakuratan pembayaran antara harga FAME dan Solar, yang dapat mempengaruhi keuangan negara dan menyebabkan ketidakpastian bagi produsen biodiesel.
Yeka menjelaskan bahwa Ombudsman berkomitmen untuk mendorong kepastian dalam penyelesaian masalah tumpang tindih lahan dan meningkatkan layanan serta penerbitan STDB.

BACA JUGA:Manfaatkan Tandan Kosong Sawit untuk Tingkatkan Kesuburan Tanah

BACA JUGA:Pentingnya Hilirisasi Minyak Sawit Menjadi Produk Oleopangan, Oleokimia dan Biofuel

Selain itu, Ombudsman juga fokus pada perbaikan pengaturan harga TBS, kebijakan biodiesel, dan pengelolaan limbah cair kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME).
Sunari, Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), menyampaikan apresiasinya terhadap kajian sistemik yang dilakukan oleh Ombudsman RI.

"Kajian ini sangat penting untuk mengidentifikasi dan mencegah malaadministrasi, serta mendorong perbaikan tata kelola industri kelapa sawit secara menyeluruh," ujar Sunari.

BACA JUGA:Bupati Tanjab Barat Dukung Investasi Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit di Desa Lubuk Terentang

BACA JUGA:Derita Petani Sawit, Harga Menurun dan Buah Mengalami Trek
Diskusi kelompok terarah yang bertema "Tantangan dan Upaya Perbaikan pada Tata Kelola Industri Kelapa Sawit" diadakan oleh BPDPKS untuk mendalami dan mencari solusi atas isu-isu yang ada dalam industri kelapa sawit. (*)

Tag
Share