12 Kali Ditangkap Pemerintah Australia, Dibui Hingga 7 Bulan
TANAM BIBIT BAKAU: Nelayan sekaligus aktivis lingkungan Muhammad Mansur Dokeng alias Dewa (kelima dari kiri) bersama anak-anak menanam bibit bakau di Pantai Oesapa di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. FOTO: ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA --
Cerita Muhammad Mansur, Nelayan Penantang Alam Laut Timor
Matahari sekitar 2 jam lagi akan terbenam di ufuk barat Selat Rote, Nusa Tenggara Timur. Bukannya sepi, kapal-kapal nelayan malah hilir mudik untuk berlayar dari Kupang dan sekitarnya menuju kawasan Laut Timor yang kaya ikan.
---
SAMBIL menerawang jauh, seorang nelayan berperawakan kekar, Muhammad Mansur Dokeng, mengendalikan kemudi kapal kayunya. Seolah tak ingin kalah, suara kencang mesin motornya menjadi bagian dalam keriuhan menjelang senja di tengah perairan yang terapit Pulau Timor dan Pulau Rote itu.
Sesekali pria bernama lain Dewa itu menggunakan teropong binokularnya. Mata tajamnya seakan mengawasi aktivitas nelayan-nelayan lain. Terkadang kapalnya bergerak mendekati kapal nelayan lain yang masuk dalam pantauannya.
"Amankah perbekalan kalian? Hati-hati ya, jangan sampai masuk perairan Australia!," pesan Dewa kepada nelayan-nelayan di kapal lain yang ia temui.
Bukan aktivitas nelayan biasa yang Dewa lakukan saat itu. Tak sekadar mencari ikan, bapak dua anak itu memiliki misi lain dalam setiap pelayaran ke perairan Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Australia itu.
BACA JUGA:AS Konfirmasi Perubahan Kru 9 Untuk Astronot yang Tertinggal di ISS
BACA JUGA:Tiga Srikandi Berebut Kursi Gubernur Jatim
Sudah hampir 4 tahun ini Dewa bersama Kelompok Usaha Bersama (KUB) Angsa Laut aktif melakukan aksi edukasi kepada nelayan-nelayan NTT tentang bahaya menangkap ikan dengan melanggar batas negara Indonesia-Australia.
Masih adanya nelayan NTT yang tertangkap oleh aparat di Australia akibat memasuki wilayah negara tersebut tanpa izin membuat Dewa tergerak untuk gencar bersuara.
Apalagi dia juga pernah merasakan pahitnya saat ditahan otoritas keamanan Australia akibat tindakan serupa. Dewa tak ingin dingin penjara Australia dirasakan oleh nelayan-nelayan Indonesia lainnya. “Total 12 kali saya ditangkap Australia, sembilan kali di antaranya saya sampai dipenjara antara 3 hingga 7 bulan,” kata Dewa.
Saat itu ia sering tertangkap tangan menangkap ikan dengan melanggar batas wilayah Australia karena tidak paham cara mengetahui batas kedua negara. Teknologi global positioning system (GPS) atau sistem navigasi berbasis satelit yang membantu dalam informasi posisi kapal kala itu tak ia gunakan.
Dahulu Dewa lebih mengandalkan insting dan nyalinya dalam mencari ikan di perairan laut lepas. Terkadang badai lautan pun tak menghalanginya dalam mencari ikan. “Dulu, alam pun kami tantang,” kata Dewa.