Kurikulum Merdeka Dianggap Berhasil Jika Belajar Menyenangkan
Acara penutupan Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah dan Guru Dalam Pemanfaatan Platform Teknologi Pendidikan. --
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Ketua Tim Kurikulum dari Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Yogi Anggraena, menegaskan bahwa keberhasilan Kurikulum Merdeka sejalan dengan kesenangan dalam proses belajar.
"Selain itu, proses pembelajaran juga harus dilakukan dengan mendalam," ucapnya saat menjadi narasumber pada acara penutupan ‘Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah dan Guru Dalam Pemanfaatan Platform Teknologi Pendidikan’ yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin), Balai Layanan Platform Teknologi (BLPT) Kemendikbudristek di Pendopo Kabupaten Kudus.
Turut hadir dalam acara tersebut Pj Bupati Kudus, M. Hasan Chabibie, Plt Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi, Wibowo Mukti, Kepala Subbagian Umum, Balai Layanan Platform Teknologi, Galih Noor Abdillah, dan Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Zulfikri.
Yogi menekankan bahwa jika para guru sudah menjalankan proses pembelajaran dengan cara yang menyenangkan, maka itu sudah mencerminkan prinsip-prinsip Kurikulum Merdeka, meskipun belum secara resmi disebut demikian.
"Janganlah terjebak dalam konsep bahwa Kurikulum Merdeka hanya berkaitan dengan pembuatan modul pembelajaran. Yang penting adalah, apakah pembelajarannya sudah menyenangkan bagi siswa, apakah siswa belajar dengan senang, dan apakah pembelajaran tersebut sudah mengaplikasikan konsep-konsep yang diajarkan. Penggunaan perencanaan pembelajaran seperti yang sudah ada sebelumnya juga bukanlah masalah, yang penting adalah bahwa tujuan pembelajaran tercapai," paparnya.
Yang paling penting, menurutnya, adalah agar guru tidak terjebak dalam memandang modul pembelajaran sebagai satu-satunya cara yang benar. Sebab, bisa jadi proses pembelajaran masih mengikuti pola yang sama seperti sebelumnya dengan memasukkan tiga komponen: tujuan, langkah-langkah, dan penilaian.
Adanya modul pembelajaran yang disusun oleh pemerintah, menurutnya, ditujukan bagi guru-guru yang masih belum mampu membuat perencanaan pembelajaran sendiri. Namun, bagi yang sudah mampu, prinsip dasarnya tetap sama, yaitu adanya tiga komponen yang harus ada.
"Jika sebelumnya perencanaan pembelajaran harus mengikuti pola vertikal dan format yang seragam, maka sekarang hal tersebut tidak lagi berlaku," tegasnya.
Tujuan dari Kurikulum Merdeka, lanjutnya, adalah untuk fokus pada materi esensial dan menghilangkan materi yang dianggap tidak penting, sehingga siswa tidak lagi dibebani dengan berbagai materi yang tidak relevan, yang dapat menyebabkan tekanan pada siswa dan kurangnya pemahaman.
Saat awal perancangan Kurikulum Merdeka, lanjutnya, Presiden RI Joko Widodo telah meminta untuk menyederhanakan kurikulum.
"Kita ingin mengurangi beban siswa, sehingga untuk mata pelajaran IPA dan IPS, kita menyederhanakannya. Khusus untuk SD, kedua mata pelajaran tersebut digabung, namun untuk SMP dan SMA tidak, karena terkait dengan jumlah jam mengajar guru," ucapnya.
Namun demikian, lanjutnya, upaya penyederhanaan materi tetap dilakukan. Misalnya, dalam mata pelajaran matematika, materi integral dan turunan dianggap jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak termasuk dalam materi yang wajib diajarkan.
Penyederhanaan materi juga dilakukan pada mata pelajaran lainnya yang dianggap tidak penting, sehingga beban siswa berkurang dan guru tidak terburu-buru dalam menyampaikan materi.
"Kurikulum Merdeka juga ingin memberikan fleksibilitas kepada guru dalam proses pembelajaran," tambahnya. (*)