Setelah tamat SMA Methodis 3 Medan Stenly kuliah di Xiamen . Itulah SMA terbaik setelah SMA Dr Sutomo di Medan. Di antara SMA Methodis sendiri yang Nomor 3 ini yang terbaik. Ada 11 SMA Methodis di Medan.
Setelah lulus S-1 Stanley diterima bekerja di perusahaan Xiamen yang punya banyak usaha di Indonesia: CND Xiamen. Ini grup besar. Termasuk pemegang saham Xiamen Airlines.
Di perusahaan itu Stantey banyak menerjemahkan dokumen ke dalam bahasa Mandarin. Dokumen-dokumen itu umumnya terkait dengan peraturan dan hukum. Maka ia ambil keputusan: ambil S-2 di bidang hukum. Juga di Universitas Xiamen.
Di situ Stenley jadi satu-satunya mahasiswa S-2 hukum dari Indonesia. Tesis S-2 nya ia tulis dalam bahasa Mandarin. Sebanyak 60 halaman. Yang ia bahas: hukum bilateral Indonesia-Tiongkok.
Stanley menjadi orang langka: paham hukum Indonesia dan hukum Tiongkok.
Di meja bundar itu ada juga anak Madura. Dari Kraksaan. Alumni pesatren Nurul Jadid, Probolinggo --adik kelas Novi Basuki. Saya akan menulis khusus tentang anak ini lain kali.
Ada lagi dari Medan. Awalnya ia juga hanya menemani keluarga yang ingin belajar bahasa Mandarin. Sekalian menghindar dari 1998.
Ia dari keluarga pemilik pabrik pancing terbesar di Indonesia. Namanya: Hugo Charly.
Kini Hugo menetap di Quanzhou . Juga membangun pabrik pancing di sana --bisa ekspor ke Eropa.
Untuk acara makan malam ini Hugo datang bersama istri. Juga membawa doa anak. Masih balita. Dua-duanya lahir di Quanzhou --kampung halaman leluhur pemilik kopi Kapal Api.
Keluarga muda ini datang berkendara. Lewat jalan tol. Perlu 1,5 jem. Saya minta maaf padanya: berpayah-payah ke Fuqing.
Apakah anak-anaknya nanti bisa menjadi warga negara Tiongkok? Bagaimana setiap anak yang lahir di Amerika berhak menjadi warga negara Amerika?
"Tidak bisa. Tidak sama dengan di Amerika," ujar Hugo Charly. Saya dan istri sama-sama warga negara Indonesia. Anak-anak otomatis tetap warga negara Indonesia, tambahnya.
Dua balita itu pun menjadi peserta KTT yang paling kecil. Mereka baik-baik saja. Tidak baik. Asyik makan. Tidak pernah mengganggu. Mereka sering memandang kami yang asyik berbicara dalam bahasa Indonesia.
Setelah makan kami pun jalan-jalan malam bersama mereka. Kota Fuqing sudah disulap jadi serba baru. Serba gemerlap. Pusat kotanya. Pinggir sungainya.
Saya sudah tidak kenal lagi kota ini. Saya pernah ke sini. Sekitar 20 tahun yang lalu. Yakni saat ayah Alim Markus meninggal dunia.