AKTUALISASI SPIRIT SUMPAH PEMUDA DALAM ERA DIGITALISASI (Komitmen pemuda dalam memenuhi panggilan zamannya)

Senin 28 Oct 2024 - 12:03 WIB
Oleh: Muhammad Akta

Oleh : H. Ibnu Ziady MZ
“Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”, demikian kalimat dari Bung Karno yang sudah sangat akrab di telinga kita. Kalimat yang begitu memotivasi tidak hanya kepada para pemuda Indonesia, tapi seluruh elemen rakyat Indonesia. Tidak hanya pada zamannya, tapi sampai saat ini kalimat ini masih menggema. Bung Karno adalah tokoh proklamator yang sangat inspiratif bagi sebagian besar pemuda di Indonesia.
Ingat kepemudaan berarti spirit. Ia adalah personalisasi dari sosok bersemangat baja; si pantang menyerah, si pekerja keras, si cerdas, dan memiliki penguasaan terhadap sejumlah keterampilan yang diperlukan. Bila pemuda bangsa tahun 1928 menjawab tantangan penjajahan dengan persatuan, maka pemuda Indonesia masa kini bisa menjawab tantangan krisis multidimensi dengan tampil sebagai pionir-pionir penuh prestasi di bidang keahlian dan bidang kecakapannya masing-masing. Para pemuda Indonesia yang memilih dunia olahraga sebagai atlet jadilah atlet yang mendalami dunia keatletannya sehingga berprestasi di pentas dunia. Begitu pula, para pemuda yang berkiprah di bidang kesenian dan kebudayaan, apakah itu sebagai penari, penyanyi, pelukis, penulis, dan sebagainya, jadilah seniman dan budayawan yang mendalami secara utuh bidangnya masing-masing sehingga diakui dunia. Juga, para pemuda yang berprofesi sebagai peneliti, ilmuwan, politisi, teknokrat, birokrat dan sebagainya, hendaknya menekuni profesinya secara utuh, tulus, dan ikhlas demi kemajuan bangsa dan negara. Seperti kata Bung Karno, Karmane Vadni Adikaraste Maphalessu Kada Chana (laksanakan kewajibanmu dengan ikhlas dan rela tanpa bertimbang, sebab jika bukan engkau yang memetik buahnya maka anakmu yang akan memetik, jika bukan anakmu pastilah cucumu yang akan memetiknya).
Inilah definisi partriotisme pemuda Indonesia masa kini, yang tidak kalah agung dari patriotisme pemuda Indonesia 1928 ketika mencetuskan Sumpah Pemuda. Melalui definisi tersebut Indonesia akan selangkah lebih dekat mewujudkan impian menjadi bangsa yang besar di pentas dunia dengan berpijak pada kearifan nasional dan keahlian putra putri bangsa sendiri.
Dari sejarah Sumpah Pemuda tadi kita bisa menangkap pesan kuat tentang betapa para pemuda Indonesia di era itu dengan gegap gempita memenuhi panggilan jaman-nya untuk melawan penjajahan dengan sebuah komitmen tentang persatuan. Komitmen yang diniscayakan dalam sebuah “sumpah agung”, yang kini kita kenal sebagai Sumpah Pemuda. Kiprah dan peran para pemuda Indonesia pada tahun 1928 itu telah mengubah secara drastis pola perjuangan pergerakan nasional dari yang bersifat kedaerahan menjadi nasional.
Kini, 96 tahun kemudian, pertanyaan yang relevan untuk kita jawab adalah: apakah peran pemuda, yang menurut data BPS berjumlah sekitar 64,16 juta orang atau 23,18% dari total penduduk Indonesia pada tahun 2023, sebagai penggerak perubahan bagi bangsanya? Perubahan seperti apa yang dibutuhkan Indonesia masa kini?
Jika dulu tantangan nyata pemuda Indonesia adalah bagaimana melawan penjajahan fisik, maka sekarang pemuda Indonesia menghadapi tantangan yang tidak kalah besar: krisis multidimensi, yang menempatkan Indonesia “terjajah” oleh bangsa-bangsa lain dalam bentuk penjajahan bentuk baru. Penjajahan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Betapa tidak,  Indonesia yang dahulu pernah begitu berwibawa dan mandiri, kini menjelma menjadi negeri yang bergelimang produk impor. Bukan hanya impor barang tapi juga impor pemikiran dan impor kebudayaan. Pada akhirnya, arus impor berkecepatan tinggi di segala lini tersebut memadamkan spirit dan kemampuan kita sebagai bangsa untuk mampu memproduksi barang, ide, dan kebudayaan karena terlena oleh produk-produk impor tadi.

Menggugah komitmen pemuda
Saya percaya bahwa keberhasilan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh keberhasilan para pemuda-pemudinya dalam berkiprah di bidang keahliannya masing-masing. Negeri ini sesungguhnya dilimpahi tunas-tunas bangsa yang punya potensi besar untuk membawa kejayaan bangsa di pentas internasional. Kami mencatat ada begitu banyak prestasi yang telah diraih para pemuda-pemudi Indonesia di pentas dunia. Keberhasilan pelajar-pelajar Indonesia menjadi juara Olimpiade Fisika dan Matematika tingkat dunia menjadi bukti bahwa pemuda-pemudi Indonesia punya kualitas yang tidak kalah dari kualitas pemuda-pemudi negara lain. Bayangkan, jika setiap bidang dan sektor kehidupan di negeri ini dipenuhi dengan pemuda ber-etos baja seperti contoh-contoh sukses tadi, niscaya Republik ini akan lebih cepat bangkit dan melesat sejajar dengan bangsa-bangsa maju lain di dunia.
Kita harus menumbuhkembangkan sikap optimis bahwa kesempatan untuk tampil ke arena/panggung untuk turut serta mewarnai pembangunan negeri baik dilevel pusat maupun daerah saat ini, meskipun tidak terlahir dari trah pembesar, penerus dinasti atau dari kalangan orang berada dan berbagai pernak-pernik latar belakang/backing yang serba super. Karena semuanya itu bukanlah sebuah jaminan untuk menentukan keberhasilan dimasa yang akan datang, tidak sedikit contoh yang kita cermati beberapa waktu belakangan ini. Bahwa faktor trah, dinasti dukungan finansial yang an-limited itu hanya bersifat sesaat, sekedar untuk mendongkrak elektabilitas dan popularitas guna meraih dukungan suara, belum tentu mencerminkan kapasitas, integritas dan kinerja. Justru yang terpenting harus dimiliki oleh anak muda adalah sifat dasar sebagaimana yang dicontohkan oleh pemimpin agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW, pada diri beliau kriteria sosok pemimpin ideal itu terpatri, yaitu Siddiq, Amanah, Tabligh dan Fatonah.
Hiruk pikuk kemunculan figur-figur muda di kancah perpolitikan pada pemilihan umum yang saat ini sedang berlangsung menampilkan sebuah  fakta dan realita yang mencengangkan. Mulai dicalonkannya Gibran Rakabumingraka hingga terpilih menjadi cawapres dari kalangan anak muda berpasangan dengan Bapak Prabowo Subianto, seorang politisi senior yang syarat dengan pengalaman berkompetisi pada level pemilihan pemimpin nasional. Kemudian di pemilihan legislatif DPR RI, DPD, DPRD provinsi dan Kabupaten/Kota figur-figur muda tampil  dengan capaian raihan elektabilitas yang jauh melebihi figur-figur hebat dan lebih populer dan menggusur beberapa incumben. Dan saat ini sudah mulai bermunculan baliho diberbagai sudut kota dan di media sosial, sosok-sosok muda yang memproklamirkan dirinya untuk siap berkompetisi menjadi calon kepala daerah, baik itu calon Gubernur, bupati atau walikota. Fenomena ini hendaknya dijadikan momentum era transformasi kepemimpinan yang elegan, pemuda sebagai penerus generasi yang membekali dirinya dengan visi dan misi yang baik, terstruktur, terukur dan mempunyai target yang utama, yaitu memberikan kesejahteraan, keadilan dan kemaslahatan bagi seluruh kalangan masyarakat tanpa dibatasi dengan perbedaan partai, suku, ras, agama dan daerah asalnya. Untuk itu kita berharap masyarakat lebih bijak dalam menilai figur yang bermunculan dari berbagai latar belakang profesi ini, ada dari poitisi, birokrat, pengusaha, akademisi, tokoh pergerakan dan lain sebagainya. Cermati rekam jejaknya, apa yang telah diperbuat sebelumnya, dedikasi dan integritasnya, apakah hanya sekedar memenuhi syahwat berkuasa dan menambah pundi-pundi kekayaan, atau meneruskan dinasti pendahulunya. Perlu di pahami dan pelajari konsep  ide/gagasannya, karena dari sini setidaknya sudah ada gambaran mau dibawa kemana arah pembangunan kedepannya. Karena kita membutuhkan figur pemimpin yang visioner, yang akan membawa kita keluar dari kondisi kesulitan saat ini, dan bisa mendorong ke arah pembaharuan yang lebih baik kedepan dengan kapasitas dan potensi kepemimpinan yang ada pada dirinya.   

Spirit Sumpah Pemuda dalam era digitalisasi
Aktualisasi spirit Sumpah Pemuda dalam era digitalisasi sangat relevan untuk memperkuat persatuan dan identitas bangsa. Unyuk mengaktualisasikannya dapat dilakukan melalui beberapa cara:
1. Penguatan Identitas Kebangsaan: Menggunakan media sosial dan platform digital untuk mempromosikan budaya, bahasa, dan nilai-nilai kebangsaan Indonesia, serta mengedukasi generasi muda tentang sejarah dan makna Sumpah Pemuda.
2. Kolaborasi dan Inovasi: Mendorong pemuda untuk berkolaborasi dalam proyek digital yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti aplikasi untuk pendidikan, kesehatan, atau lingkungan.
3. Keterlibatan dalam Isu Sosial: Memanfaatkan teknologi untuk mengadvokasi isu-isu sosial dan politik yang relevan, serta membangun kesadaran akan pentingnya partisipasi aktif dalam pembangunan bangsa.
4. Pendidikan Digital: Mengintegrasikan pendidikan digital dalam kurikulum sekolah untuk membekali pemuda dengan keterampilan yang relevan di era digital, sekaligus menanamkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan.
5. Pengembangan Konten Positif: Mendorong pembuatan konten-konten kreatif yang mencerminkan semangat kebangsaan, seperti video, blog, dan podcast yang membahas tema-tema positif tentang kondisi perkembangan di daerah dan nasional.
Dalam tataran aksi, secara kongkrit dipersiapkan beberapa langkah dan strategi untuk mengimplementasikannya:
1. Peningkatan Literasi Digital. Mendorong masyarakat, terutama generasi muda, untuk memahami dan memanfaatkan teknologi digital dengan bijak, agar dapat berkontribusi positif bagi bangsa.
2. Pemanfaatan Media Sosial. Menggunakan platform media sosial untuk menyebarluaskan nilai-nilai persatuan, toleransi, dan kebhinekaan. Kampanye positif dapat membantu membangun solidaritas di antara generasi muda.
3. Inovasi dan Kreativitas. Mendorong generasi muda untuk berinovasi melalui teknologi, menciptakan solusi untuk tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dihadapi masyarakat.
4. Kolaborasi Antar Generasi. Menggalang kolaborasi antara generasi muda dan generasi tua dalam proyek-proyek berbasis teknologi, sehingga bisa saling berbagi pengalaman dan pengetahuan.
5. Pendidikan Kewarganegaraan Digital. Mengintegrasikan pendidikan kewarganegaraan yang menekankan pentingnya etika digital, tanggung jawab, dan partisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat.
6. Penguatan Identitas Budaya. Menggunakan teknologi untuk memperkenalkan dan melestarikan budaya lokal, sehingga generasi muda tetap terhubung dengan akar budaya mereka.
7. Aksi Sosial Melalui Teknologi. Mendorong generasi muda untuk terlibat dalam gerakan sosial yang memanfaatkan teknologi, seperti penggalangan dana online untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
8. Kompetisi dan Festival Digital. Menyelenggarakan kompetisi dan festival yang berfokus pada teknologi, seni, dan budaya untuk mengembangkan kreativitas serta rasa kebersamaan.
Dengan demikian, melalui langkah-langkah strategis ini, semangat Sumpah Pemuda dapat teraktualisasi dalam konteks digital yang semakin mendominasi kehidupan sehari-hari serta dapat terus hidup dan berkembang menjadikan generasi muda lebih terlibat dalam pembangunan bangsa dan memperkuat persatuan nasional.
Memang, untuk merajut potensi-potensi besar itu dibutuhkan sebuah keteladanan, yang mampu menggelorakan patriotisme kaum muda dalam konteks kekinian. Namun, jika keteladanan itu tak kunjung datang, semangat Sumpah Pemuda 1928 bisa menjadi teladan bahwa kaum muda bisa menjadi teladan untuk kaumnya sendiri. Bahkan, kaum muda bisa menjadi pelopor atas kebangkitan bangsa, di tengah-tengah krisis multidimensi yang mendera di semua lini. Bangkitlah wahai pemuda, mari kita sambut hari depan yang cemerlang. Saatnya yang Muda yang Berkarya...Semoga!!! (Penulis adalah Arsitek/pembina komunitas pemuda)

Tags :
Kategori :

Terkait