Dubes China untuk PBB Zhang Jun menyatakan, draf AS itu tidak mencerminkan seruan terkuat di dunia untuk gencatan senjata, mengakhiri pertempuran, dan tidak membantu menyelesaikan masalah tersebut.
"Saat ini gencatan senjata bukan sekadar istilah diplomatik. Ini berarti nyawa dan kematian banyak warga sipil," tegas dia.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menuduh AS mengajukan rancangan resolusi yang mendorong Dewan Keamanan mengotorisasi serangan darat di Gaza oleh Israel, "ketika saat bersamaan membiarkan ribuan anak-anak Palestina mati."
Setelah dua veto itu, Dewan Keamanan kemudian melakukan voting pada naskah resolusi yang dirancang Rusia yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan dan pencabutan perintah Israel kepada warga sipil di Gaza agar pindah ke selatan sebelum serangan darat.Rusia gagal mendapatkan jumlah dukungan minimum yang diperlukan karena hanya mendapatkan empat suara.
Agar sebuah resolusi lolos, diperlukan setidaknya sembilan suara, dan tidak diveto oleh Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia dan China.
Ini adalah upaya kedua Rusia untuk mencapai resolusi. Hanya lima anggota dewan keamanan yang memberikan suara mendukung teks Rusia pada 16 Oktober.
Sepuluh anggota Dewan Keamanan terpilih saat ini berencana membuat rancangan resolusi baru, kata Duta Besar Malta untuk PBB Vanessa Frazier.
"Krisis ini juga diancam oleh naiknya risiko tumpah ke seluruh kawasan. Ini memerlukan perhatian penuh kita. Kita mempunyai tugas dan kewajiban untuk bertindak," tutur dia.
Setelah Dewan Keamanan menemui jalan buntu, Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara akan menggelar pemungutan suara Jumat esok untuk rancangan resolusi gencatan senjata yang diajukan negara-negara Arab.
Tidak ada negara yang mempunyai hak veto di Majelis Umum PBB. Resolusi dalam Majelis Umum tidak mengikat, tetapi mempunyai bobot politik. (ant)