JAKARTA-Dokter Spesialis Anestesi dan Konsultan Perawatan Intensif dr. Pratista Hendarjana, Sp. An-KIC menganjurkan keluarga pasien rawat di rumah sakit untuk melakukan beberapa hal agar menghindari risiko kebal antimikroba atau Resistensi Antimikroba (Antimicrobial Resistance/AMR).
“AMR adalah hal yang serius, karena pada kondisi seperti itu akan mengganggu psikologis, maupun finansial keluarga dan pasien, sehingga penting membuat konsolidasi bagaimana kita bersama-sama mencegah hal itu terjadi, apa yang harus kita lakukan,” kata dia pada gelar wicara Daring.
AMR merupakan kondisi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit tidak lagi merespon obat-obatan antimikroba. Kuman biang penyakit menjadi kebal atau resisten terhadap antibiotik (salah satu jenis obat antimikroba), yang akhirnya menyebabkan pasien sulit disembuhkan.
Pratista menjelaskan, peningkatan pemahaman mengenai risiko terjadinya AMR dapat tercapai melalui komunikasi dua arah yang produktif antara tenaga kesehatan dengan pasien atau keluarganya.
Ketika terdapat keluarga atau kerabat yang harus dirawat di ICU, seringkali keluarga pasien merasa bingung, takut, dan panik. Akibatnya, mereka sangat mengandalkan petugas kesehatan untuk memberikan solusi.
Padahal, komunikasi dua arah diperlukan agar kedua pihak memiliki tingkat pemahaman yang sama tentang kondisi pasien dan berorientasi pada peningkatan kualitas perawatan pasien, termasuk dengan meminimalkan risiko terjadinya AMR di ICU.
“Sebenarnya AMR bisa saja terjadi di luar rumah sakit atau ICU, tapi bila sudah sapai ICU berarti tingkatannya sudah parah, bisa jadi mengancam nyawa. Pasien atau keluarganya berhak untuk bertanya jenis antibiotik atau antimikroba yang diberikan, dan dokter berkewajiban untuk menjelaskan,” ujar Pratista.
ICU merupakan salah satu tempat dimana pasien menerima antibiotik sebagai salah satu terapi utama untuk menyembuhkan infeksi.
Pihak keluarga pasien perlu memahami secara utuh tentang diagnosis, tindakan medis, komplikasi, risiko, dan pilihan-pilihan tindakan, sebelum memberikan persetujuan. Terutama terkait pemberian antibiotik, pihak pasien bisa bertanya lebih jauh mengenai alasan, jenis, dosis, lama penggunaan, manfaat, dan risiko terkait penggunaan antibiotik tersebut di ICU.
“Keluarga pasien harus aktif bertanya dan konsultasi, untuk menghindari kemungkinan alergi antibiotik, atau mungkin saja pasien ternyata kemungkinan resisten terhadap antibiotik tertentu, sehingga kami dapat dengan cepat mengganti pengobatan dan menangani lebih cepat,” imbuh Pratista.
Lebih lanjut, Pratista menjelaskan bahwa untuk mengetahui kuman atau bakteri yang menginfeksi pasien cukup memakan waktu, dengan mengambil sampel dari organ tubuh yang terinfeksi. Jika pasien atau keluarganya kooperatif memberi pemahaman soal rekam medis pasien dengan baik, pasien akan mendapat obat antimikroba yang tepat dan cepat.
AMR adalah salah satu ancaman kesehatan masyarakat yang serius, bahkan, organisasi kesehatan dunia WHO telah memperkirakan akan terjadi 10 juta kematian pada tahun 2050 karena peningkatan kasus AMR.
“WHO sebenarnya sudah lama menggaungkannya untuk mencegah pemakaian antibiotik yang sembarangan, untuk mencegah terjadinya resistensi pada antibiotik. Diungkapkan bahwa kematian karena AMR ini sampai 1,27 juta seluruh dunia pada tahun 2019,” Pratista menjelaskan. (ant)