JAKARTA-Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) turut menjaga capaian indeks manufaktur Indonesia yang tercatat pada level 51,7 pada November.
Purchasing Managers’ Index (PMI) tersebut naik dari bulan sebelumnya yang berada pada level 51,5 dan menandakan ekspansi aktivitas manufaktur nasional masih terjaga dalam 27 bulan berturut-turut.
“Capaian ini tidak terlepas dari peran APBN dalam menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi nasional serta mengantisipasi berbagai ketidakpastian yang masih tinggi,” kata Febrio di Jakarta, Jumat.
Menurut Febrio, kinerja indeks manufaktur Indonesia pada November menunjukkan resiliensi ekonomi Indonesia di tengah berbagai risiko ketidakpastian dan tren perlambatan ekonomi global.
Di beberapa negara lainnya, indeks manufaktur menunjukkan tren penurunan, seperti Amerika Serikat dan Jepang yang masing-masing terkontraksi ke level 49,4 dan 48,3.
Sementara itu, Tiongkok tercatat ekspansif di level 50,7.
Sektor manufaktur yang masih ekspansif didorong oleh tingkat permintaan dalam negeri yang masih kuat dan peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Produsen juga meningkatkan pembelian dan persediaan input sejalan dengan meningkatnya keyakinan prospek permintaan domestik yang masih kuat.
“Secara keseluruhan, sentimen pada sektor manufaktur Indonesia pada bulan November tetap positif di tengah harapan akan kondisi pasar yang lebih kuat dan stabilitas harga yang lebih baik,” ujar Febrio.
Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence Jingyi Pan menyebut data PMI November 2023 menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia terus berekspansi.
“Pesanan baru yang akan datang untuk barang produksi Indonesia kembali naik pada November 2023. Hal ini didukung oleh perbaikan kondisi permintaan dan ekspansi basis pelanggan,” jelasnya.
Pan menilai sangat penting untuk mengamati tanda-tanda perlambatan, meski perusahaan manufaktur tampaknya optimistis bahwa kondisi akan membaik pada bulan-bulan mendatang.
Namun, kabar baiknya, pertumbuhan output mengalami percepatan dengan sebagian ditopang oleh perbaikan pada jumlah tenaga kerja.
“Sementara tekanan harga semakin intensif, tingkat inflasi biaya input dan harga output masih belum melampaui rata-rata masing-masing,” ungkapnya. (ant)