Polisi Ringkus Sindikat Jual Beli Bayi Lewat Medsos Bermodus Adopsi

Selasa 26 Nov 2024 - 22:19 WIB
Reporter : Muhammad Akta
Editor : Muhammad Akta

Berdasarkan hasil pemeriksaan, komplotan itu telah melakukan praktik jual beli bayi belasan kali yang berlangsung selama lebih dari setahun.

Mereka juga memalsukan dokumen, termasuk akta kelahiran bayi.

"Saat ini kami ungkap satu bayi. Akan tetapi, berdasarkan hasil penyelidikan, ini sudah belasan kali, dan kami akan ikuti untuk mengetahui siapa yang menampung dan menjual," ujar dia.

Menurut dia, sindikat tersebut memasang tarif berbeda untuk setiap bayi yang dijual, mulai Rp20 juta hingga Rp40 juta.

"Belum lagi yang blasteran. Kalau wanita, lebih mahal. Itu menurut pengakuan para saksi," ujar dia.

Pemesan bayi dari sindikat itu, ungkap AKBP Wilson, berasal dari wilayah beragam, mulai dari Yogyakarta, Jawa Tengah, DKI Jakarta, hingga Manado.

Saat ini, kata dia, polisi telah mengamankan seorang bayi di bawah pengawasan Rumah Sakit Wates bersama Dinas Sosial Kulon Progo.

Menurut dia, pihaknya tidak melakukan tindakan hukum terhadap orang tua yang membiarkan anaknya diadopsi sindikat itu sebab mereka dalam posisi dibohongi lantaran tidak mengerti regulasi yang mengatur soal adopsi anak.

"Bisa dikatakan dia ini orang awam yang enggak ngerti hukum, enggak ngerti aturan, sehingga ini diambil kesempatan oleh pelaku untuk pura-pura sebagai pengadopsi," katanya.

Dari para tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti, meliputi 9 lembar tangkapan layar percakapan, foto seorang bayi di atas timbangan, kuitansi pembayaran Rp25 juta, buku kesehatan ibu dan anak, surat keterangan lahir, serta selembar surat perjanjian adopsi dengan meterai Rp10 ribu.

Selain itu, polisi juga menyita uang tunai senilai Rp25,7 juta, 3 buah telepon genggam, dan 1 unit mobil Toyota Avanza yang dipakai untuk mengantarkan bayi pesanan.

Para tersangka dijerat Pasal 83 juncto Pasal 76 (f) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun. (*)

Kategori :