Kepala KPHP Unit VIII Hilir Sarolangun, Misriadi, menjelaskan bahwa melalui program fasilitasi multilateral yang didukung oleh Pemerintah negara donor dan dikelola oleh Bank Dunia itu diimplementasikan serangkaian kegiatan mencakup patroli hutan serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang hutan dan pelindungan hutan.
Dilakukan pula peningkatan kapasitas untuk pengelolaan kebakaran secara partisipatif untuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Hutan Adat, Kelompok Masyarakat Peduli Api (KMPA), Kelompok Tani Peduli Api (KTPA), dan Kelompok Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Pokmas BNPB) di daerah hotspotuntuk menurunkan angka deforestasi dan titik api.
KPHP juga menyelenggarakan pelatihan untuk kelompok MPA di tiga desa, yaitu Desa Mekar Sari, Desa Pematang Kulim, dan Desa Batu Putih.
Mereka juga membangun posko bersama di wilayah-wilayah rawan kebakaran, lengkap dengan peralatan pemadam kebakaran yang memadai. Kolaborasi ini memperkuat keterlibatan masyarakat, membuat mereka merasa tidak sendirian dalam perjuangan menjaga hutan.
“Sekarang, dalam 2 tahun terakhir, kebakaran lahan di sini paling hanya satu atau dua kali. Itu pun bisa ditangani dengan baik,” ujar Mulyono, ayah dua anak itu.
Angka itu sungguh kontras dengan masa lalu ketika lahan gambut terbakar hingga berbulan-bulan, menyisakan kepedihan yang sulit dilupakan.
Bergotong Royong
Desa Batu Putih tidak berjalan sendiri. Dalam semangat gotong royong yang menjadi jantung budaya mereka, tiga desa, yakni Batu Putih, Mekarsari, dan Pematang Kulim, menjalin kolaborasi erat untuk menjaga hutan. Mereka bahu-membahu, menanamkan rasa tanggung jawab kolektif yang kini menjadi inspirasi bagi wilayah lain.
Di Batu Putih sendiri, sebanyak 30 warga tergabung dalam regu Masyarakat Peduli Api. Bukan hanya sebuah tim, mereka adalah perwujudan dari komitmen desa ini terhadap masa depan yang berkelanjutan.
Para anggota MPA mendapatkan pelatihan langsung dari KPHP Unit VIII Hilir Sarolangun, mulai dari teknik pemadaman api, penggunaan alat-alat pemadam kebakaran, hingga simulasi penanganan kebakaran hutan dan lahan. Mereka juga dibantu alat pemadam kebakaran.
Tidak hanya itu, kegiatan MPA juga mencakup patroli rutin untuk memantau wilayah rawan kebakaran. Mereka membangun menara api sederhana di beberapa titik strategis desa, memungkinkan pengawasan visual yang lebih luas.
Saat musim kemarau tiba, anggota MPA bekerja sama dengan masyarakat untuk membuat sekat bakar di sekitar lahan gambut, sebuah teknik preventif yang terbukti efektif dalam menghambat penyebaran api.
Antusiasme masyarakat untuk terlibat pun terus meningkat. Sejak program ini berjalan, kesadaran warga untuk menjaga hutan tumbuh dengan pesat.
Banyak di antara mereka yang dulu skeptis kini aktif berpartisipasi, bahkan membawa anak-anak mereka saat ada kegiatan edukasi lingkungan.
Saprudin, petani lokal, mengaku awalnya hanya mengikuti program karena ajakan tetangga. “Akan tetapi, sekarang saya sadar, ini untuk masa depan anak-anak kita juga,” katanya.
Kegiatan MPA tidak hanya berfokus pada kebakaran, tetapi juga menyentuh aspek lain dari pelestarian lingkungan. Mereka mengadakan program penghijauan dengan menanam pohon di area kritis. Pepohonan di kanan kiri daerah aliran Sungai Singkut juga tak boleh ditebang oleh siapa pun.