Menyusuri Jejak Musik Indonesia di Galeri Lokananta Solo
Lokananta merupakan studio rekaman atau studio musik pertama di Indonesia yang didirikan pada 29 Oktober 1956 oleh Raden Maladi, Kepala Jawatan Radio Republik Indonesia (RRI), yang kini bertransformasi menjadi salah satu tujuan wisata favorit di Kota Solo, Jawa Tengah.
GALERI yang terletak di Jalan Ahmad Yani nomor 379 A, Kerten, Laweyan, Solo, kini dikelola oleh Perum Percetakan Negara RI (PNRI), sebuah BUMN yang bergerak di bidang percetakan dan penerbitan.
Setelah direvitalisasi oleh pemerintah pada tahun 2022 - 2023, galeri itu menghadirkan tujuh arena menarik, yaitu Galeri Lokananta, Studio Rekaman Lokananta, Lokananta Live House, Taman Lingkar Lokananta, Panggung Amphitheater, Area Ritel F&B, dan Area Ritel Kreatif (non F&B).
Arena yang tidak boleh terlewatkan oleh pengunjung adalah Galeri Lokananta yang menyimpan sejarah tentang dunia permusikan di Indonesia. Dengan membayar Rp35 ribu untuk reguler dan Rp25 ribu untuk pelajar, mahasiswa, serta lansia, pengunjung dapat mengeksplorasi galeri tersebut, selama 1 - 2 jam. Ada delapan ruangan yang bisa diakses, yang pertama ada ruangan Linimasa yang bisa dieksplor sejarah Lokananta dari awal berdiri sampai sekarang," kata Nadila Wijaya Putri, pemandu di Galeri Lokananta, ketika berbincang dengan ANTARA, Rabu (4/12).
Selain ruangan Linimasa, ruangan lain yang dapat dijelajahi di galeri itu adalah ruangan Gamelan, Diskografi, Bengawan Solo, Aneka Nada, Proklamasi, Pameran Temporer, dan Pustaka. Untuk menjelajahi ruangan-ruangan di tempat tersebut, pengunjung dapat memilih untuk pergi bersama pemandu tur selama 2 jam atau tanpa pemandu tur selama 1 jam.
Di ruangan Linimasa, pengunjung dapat mengeksplorasi sejarah pendirian Lokananta sejak tahun 1956 hingga sekarang. Ruangan tersebut menampilkan dokumentasi singkat mengenai perjalanan Lokananta sebagai studio musik pertama di Indonesia.
Selanjutnya, ada ruangan Gamelan yang menjadi salah satu ikon bagi galeri tersebut. Nama Lokananta diambil dari seperangkat gamelan para dewa yang sempat digunakan untuk mengiringi pesta pernikahan di khayangan.
Di ruangan Gamelan, terdapat seperangkat gamelan bernama Kyai Sri Kuncoro Mulyo dan digunakan untuk merekam berbagai kesenian Jawa. Hanya saja, pengunjung tidak diperkenankan untuk menyentuh gamelan di ruangan tersebut dan hanya boleh mengabadikannya dengan foto.
Ada juga ruangan Diskografi yang menampilkan ragam rekaman musik yang pernah diproduksi oleh lembaga itu. Sejak awal pembentukannya, galeri itu mendapat tugas untuk menggandakan rekaman musik dari berbagai daerah di Indonesia.
Lembaga itu merilis berbagai genre musik dari banyak daerah, mulai dari tarling, seriosa, keroncong, hadrah, gambang kromong, calung, hingga pop Melayu. Pada era piringan hitam (1957-1971), produksi rekaman di studio itu dapat dikatakan sangat bervariasi.
Pada perjalanannya, galeri itu akhirnya memilih berfokus pada produksi rekaman musik dan teater Jawa Tengah, karena tidak sanggup bersaing dengan perusahaan rekaman lain. Produksi musik dan teater Jawa mencapai 70 persen dari keseluruhan rilisan rekaman, kala itu.
Galeri itu juga memproduksi berbagai macam rekaman audio lain, seperti pidato, drama radio, wayang orang, wayang kulit, wayang golek, penyuluhan masyarakat, hingga dongeng anak.
Kemudian, ada ruangan Bengawan Solo untuk melihat proses rekaman musik. Pengunjung dapat melihat deretan alat yang digunakan untuk merekam suara menggunakan medium analog, berupa pita magnetik maupun digital.