Olehs : Junita*
PENDIDIKAN inklusi dalam bidang keperawatan telah menjadi sorotan utama dalam beberapa tahun terakhir. Inklusi adalah konsep yang mendasari keberagaman dan penerimaan terhadap semua individu, tanpa memandang perbedaan, dan ini memiliki implikasi signifikan dalam konteks pendidikan keperawatan. Salah satu aspek utama dari pendidikan inklusi di bidang keperawatan adalah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang keberagaman populasi pasien. Dalam lingkungan inklusif, mahasiswa keperawatan dapat menghadapi berbagai kondisi dan tantangan kesehatan yang mencerminkan realitas masyarakat. Dengan memahami beragam kondisi dan kebutuhan pasien, perawat akan lebih siap dan mampu memberikan pelayanan yang sesuai dan berkinerja tinggi.
"Penting untuk menciptakan kurikulum yang mencakup materi yang relevan dan kasus-kasus studi yang mewakili berbagai kelompok masyarakat. Misalnya, memasukkan topik seperti kesehatan mental, disabilitas, dan penyakit kronis dalam kurikulum dapat membantu mahasiswa mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang tantangan yang dihadapi oleh sebagian besar populasi. Selain itu, pelibatan langsung dengan kelompok-kelompok minoritas dan advokasi kesehatan masyarakat dapat menjadi pengalaman yang berharga untuk mahasiswa keperawatan, mempersiapkan mereka untuk memberikan pelayanan yang benar-benar inklusif," jelas Junita (Kandidat Doktor Pendidikan MIPA Universitas Jambi-Dosen Poltekkes Kemenkes Jambi) Jum'at (8/12).
Dalam konteks pendidikan inklusi, penting untuk menekankan nilai-nilai seperti empati, penghargaan terhadap keberagaman, dan keadilan. Mahasiswa keperawatan perlu diajarkan untuk melihat setiap pasien sebagai individu yang unik dengan kebutuhan yang khas. Ini melibatkan pengembangan keterampilan komunikasi yang sensitif dan kemampuan untuk berkolaborasi dengan pasien dari berbagai latar belakang. Pendidikan inklusi di bidang keperawatan seharusnya bukan hanya tentang memahami kondisi medis tetapi juga tentang membangun hubungan yang kuat dan saling menghormati antara perawat dan pasien.
"Dampak positif dari pendidikan inklusi bagi perawat tidak hanya terlihat dalam hubungan antara perawat dan pasien tetapi juga dalam pengembangan profesi keperawatan secara keseluruhan. Dengan membangun lingkungan yang inklusif, kita dapat menciptakan tenaga kerja keperawatan yang lebih beragam dan memastikan bahwa setiap perawat memiliki keterampilan yang diperlukan untuk memberikan perawatan yang berkualitas kepada semua individu, tanpa memandang latar belakang mereka.
Pendidikan inklusi bagi perawat juga mendukung visi pelayanan kesehatan yang berkeberlanjutan. Dengan memahami dan mengakomodasi keberagaman populasi pasien, perawat dapat menjadi agen perubahan yang aktif dalam meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan. Inklusi memungkinkan perawat untuk berkontribusi dalam penelitian dan pengembangan kebijakan kesehatan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Tantangan utama yang dihadapi di dunia keperawatan adalah pertama kurangnya pemahaman dan kesadaran seputar pentingnya inklusi. Tantangan kedua terletak pada kompleksitas komunikasi dan keterlibatan pasien. Keberagaman bahasa, budaya, dan kondisi kesehatan membuat komunikasi menjadi lebih rumit. Beberapa pasien mungkin merasa sulit untuk memahami informasi kesehatan atau merasa kurang terlibat dalam pengambilan keputusan terkait perawatan mereka. Inilah saatnya bagi perawat untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang inklusif dan melibatkan pasien secara aktif dalam perencanaan dan implementasi perawatan.
"Tantangan ketiga terkait dengan logistik dalam lingkungan perawatan kesehatan. Fasilitas yang tidak ramah terhadap keberagaman atau kurangnya aksesibilitas dapat menjadi hambatan serius dalam memberikan asuhan keperawatan yang inklusif. Dari pintu masuk fasilitas hingga ruang perawatan, perlu ada perhatian khusus terhadap desain dan fasilitas agar dapat mengakomodasi kebutuhan semua pasien tanpa memandang latar belakang atau kondisi mereka," jelasnya.
"Namun, di balik tantangan-tantangan ini, saya melihat peluang besar untuk mengubah dunia keperawatan menjadi lingkungan yang lebih inklusif. Edukasi dan pelatihan yang tepat dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran perawat terkait inklusi. Dengan memahami bahwa setiap pasien adalah individu yang unik dengan kebutuhan dan preferensi mereka sendiri, perawat dapat menjadi agen perubahan yang memberikan asuhan keperawatan yang lebih holistik," terangnya.
Kompleksitas komunikasi dan keterlibatan pasien juga memberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang lebih baik. Perawat dapat memanfaatkan teknologi modern, seperti aplikasi penerjemah atau alat komunikasi alternatif, untuk menjembatani kesenjangan dalam komunikasi. Dalam hal logistik, perubahan pada tingkat desain fasilitas dan penggunaan teknologi dapat menciptakan lingkungan yang lebih ramah terhadap keberagaman. Ini mencakup memastikan aksesibilitas fisik, menyediakan fasilitas pendukung, dan mengadopsi teknologi yang dapat membantu perawat dan pasien dengan berbagai kebutuhan.
"Sebagai perawat, kita memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya mengatasi permasalahan, tetapi juga menjadi pionir dalam mewujudkan perubahan positif. Dengan pendekatan inklusi, kita dapat menciptakan lingkungan keperawatan yang menghormati hak asasi manusia, mengakui keberagaman, dan memberikan pelayanan kesehatan yang setara bagi semua individu. Meskipun tantangan masih ada, peluang untuk memberikan asuhan keperawatan yang lebih inklusif adalah langkah menuju masa depan yang lebih baik bagi dunia keperawatan," tandasnya. (*Kandidat Doktor Pendidikan MIPA Universitas Jambi/Dosen Poltekkes Kemenkes Jambi dan Prof.Dr.rer.nat. Rayandra Ansyar, M.Si Dosen Filsafat Ilmu Lanjut-Guru Besar Universitas Jambi)
Kategori :