Ketika Gunung Marapi Mengajarkan ‘Diam’ Bukan Berarti Tak Berbahaya
Minggu (3/12) siang, tepatnya pukul 14.54 WIB, Gunung Marapi yang berada di wilayah administratif Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar menyemburkan abu vulkanik setinggi 3.000 meter dari puncaknya. Letusan gunung api dengan karakter freatik tersebut sontak menggemparkan masyarakat, terutama yang bermukim di sekitar kaki gunung setinggi 2.885 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu.
GUNUNG api dengan karakter freatik pada umumnya tidak pernah memberikan sinyal atau tanda-tanda akan terjadi erupsi. Fenomena ini terjadi akibat adanya aktivitas air tanah yang kontak dengan dapur magma dalam perut bumi.
Tak hanya menyemburkan abu vulkanik, gunung api itu juga memuntahkan material bebatuan hingga ke permukiman warga. Bahkan, lontaran kerikil dari perut bumi itu sampai ke Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang dan Kabupaten Tanah Datar.
Koordinator Pengamatan dan Penyelidikan Gunung Api, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Ahmad Basuki, mengatakan bahwa sebelum erupsi terjadi, sama sekali tidak menunjukkan aktivitas kegempaan yang signifikan.
Meski tidak bisa memprediksi kapan terjadinya letusan karena termasuk karakter freatik, pada Desember 2022 pihaknya merekam 13 gempa vulkanik dalam. Tidak hanya itu, PVMBG pada Januari 2023 kembali mencatat adanya tanda-tanda peningkatan aktivitas gempa vulkanik.
Setelah merekam atau mencatat aktivitas gempa vulkanik, PVMBG segera mengeluarkan pernyataan resmi untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan terburuk terutama kepada para pendaki.
Namun, pada peristiwa Minggu (3/12), satu bulan atau seminggu sebelum kejadian sama sekali tidak ada peningkatan aktivitas kegempaan. Hal itu kian menguatkan gunung api tipe freatik kerap erupsi tanpa adanya tanda-tanda sebelum meletus.
Pascaerupsi tersebut PVMBG langsung menerbitkan pemberitahuan kepada pemangku kepentingan termasuk otoritas penerbangan, serta melaporkannya ke PVMBG Pusat di Kota Bandung dan meneruskannya ke Kementerian ESDM.
Selain mengirimkan pemberitahuan kepada instansi terkait, jajaran PVMBG juga berkoordinasi dengan Basarnas untuk mengevakuasi para pendaki yang terjebak di atas gunung.
Badan Geologi PVMBG atau Pos Jaga Marapi memiliki delapan stasiun pemantauan. Setiap stasiun memiliki bermacam-macam alat seperti perekam gempa, perekam deformasi, kamera pengintai (CCTV) dan alat lainnya.
Posa Jaga Marapi memastikan semua alat tersebut berfungsi dengan baik terutama saat terjadi erupsi. Kendati begitu, tidak ada tanda-tanda sebelum terjadinya letusan.
Memahami Karakter Gunung
Dari kejadian erupsi Gunung Marapi menegaskan tentang pentingnya siapa saja, terutama pendaki gunung, untuk mempelajari dan memahami karakter gunung. Sebab, selama ini cukup banyak pendaki yang beranggapan bahwa sebelum erupsi, gunung api akan mengeluarkan tanda-tanda.