Oleh: Dahlan Iskan
SAYA hampir menipu diri sendiri dan menipumu.
Mencintai dan dicintai belum tentu berbanding lurus.
Saya tahu disakiti adalah suatu keberuntungan.
Tapi aku tidak bisa menyerahkan diriku sepenuhnya.
Aku berusaha keras untuk mengubahmu, tapi aku tidak bisa mengubah jalur tersembunyi yang telah kucadangkan untukmu.
Kupikir berada di sisimu akan selamanya.
Sepertinya baru kemarin, namun kemarin sudah sangat jauh.
Tapi aku masih bisa melihat ketika aku memejamkan mata.
Seandainya saya Liang pasti bisa mengulas lebih baik makna lagu Sayangnya Bukan Kamu ini.
Baru pertama saya mendengarkan lagu itu. Kemarin pagi. Yakni ketika di medsos, di Tiongkok, muncul kembali lagu menjelang tahun 2000 itu.
Itulah cara sebagian orang di Tiongkok memberi pertanda ada sesuatu yang duka pagi kemarin.
''Saya tahu disakiti adalah suatu keberuntungan. Tapi aku tidak bisa menyerahkan diriku sepenuhnya''. Atau ''Aku masih bisa melihat ketika aku memejamkan mata''.
Yang memejamkan mata kemarin pagi itu Anda sudah tahu: Li Keqiang. Selamanya. Ia meninggal dalam usia 68 tahun. Yakni ketika baru tujuh bulan tidak lagi menjabat perdana menteri Tiongkok.
Li Keqiang tergolong pemimpin hebat yang mengakhiri jabatannya dengan agak sedih. Ia dua periode jadi perdana menteri. Periode keduanya bernasib kurang baik. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok menurun. Tumbuh, tapi lebih rendah. Untuk kali pertama. Sejak 40 tahun sebelumnya.