JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO– Kejadian darurat pada anak bisa terjadi secara tiba-tiba dan menuntut penanganan yang tidak hanya cepat, tapi juga tepat.
Untuk itu, pemahaman dasar tentang pertolongan pertama menjadi kunci penting bagi setiap orang tua maupun pengasuh.
Dalam sebuah seminar daring yang digelar oleh RS Pusat Otak Nasional bekerja sama dengan Unit Kerja Emergensi dan Terapi Intensif Anak (ETIA) Ikatan Dokter Anak Indonesia Jakarta, dr. Abdul Chairy, Sp.A, menjelaskan bahwa pengetahuan mengenai langkah-langkah pertolongan awal sangat menentukan keselamatan anak saat menghadapi kondisi berbahaya.
“Keselamatan anak dimulai dari lingkungan sekitarnya. Pastikan tidak ada potensi bahaya tambahan sebelum mendekati anak yang mengalami insiden, terutama jika berhubungan dengan listrik atau kecelakaan di area berisiko tinggi,” jelas dr. Chairy.
Setelah memastikan area aman, hal pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa kesadaran anak.
Ini bisa dilakukan dengan memanggil namanya, memberikan rangsangan ringan seperti cubitan, hingga melihat respons fisik.
Jika anak tidak merespons, tindakan selanjutnya harus segera diambil.
Evaluasi kondisi napas dan denyut nadi sangat penting. Jika anak tampak kesulitan bernapas, bisa jadi saluran napasnya terhambat.
Pada anak kecil, posisi leher yang tertekuk dan ukuran lidah yang besar bisa menutup jalur napas.
Oleh karena itu, posisikan kepala anak sedikit mendongak untuk membuka jalur napas — kecuali jika ada indikasi cedera tulang leher.
“Dalam kasus trauma seperti benturan keras atau jatuh, upaya membuka saluran napas harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Posisi miring dengan sedikit mendongakkan kepala adalah pendekatan yang lebih aman,” tambahnya.
Jika anak mengalami henti jantung, langkah penting berikutnya adalah melakukan pijat jantung (CPR).
Irama tekanan yang disarankan adalah 100–120 kali per menit, dengan tekanan yang cukup kuat dan ritmis.
Lokasi pijatan berada di bagian tengah dada, di antara kedua puting.
Untuk bayi, pijatan bisa menggunakan dua jari atau dua ibu jari, sedangkan untuk anak yang lebih besar dan remaja, bisa menggunakan satu atau dua telapak tangan, tergantung ukuran tubuh anak.
“Lakukan pijatan di atas permukaan keras, jangan di atas kasur. Tujuannya adalah menggantikan fungsi pompa jantung untuk sementara,” tegasnya.
Pijat harus dilakukan selama satu menit, lalu evaluasi kembali kondisi anak. Jika belum ada respons, ulangi prosesnya sampai bantuan medis tiba.
Chairy menegaskan bahwa keberanian dan ketegasan dalam bertindak jauh lebih baik daripada pasif karena ragu. Struktur tubuh anak yang masih lentur dapat menerima pijatan jantung tanpa risiko tinggi, asalkan dilakukan dengan teknik yang benar.
“Yang membahayakan justru adalah keraguan. Waktu adalah segalanya saat menghadapi kondisi gawat darurat,” katanya menutup pemaparannya.
Seminar ini merupakan bagian dari peringatan World Emergency Medicine Day 2025, yang diperingati setiap tanggal 27 Mei, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penanganan darurat yang efektif, khususnya pada anak-anak. (*)