Oleh: Dahlan Iskan
WAKTU akan menyembuhkan luka. Saya percaya.
Saya sendiri terluka. Minggu lalu. Kaki terkena tajamnya bambu. Pedih sekali. Luka itu pun saya bawa pergi. Jauh. Benar, di Tiongkok luka itu sembuh.
Tapi itu bukan luka politik. Sembuhnya cepat. Apalagi pakai obat. Bahkan luka di bibir saya pun ikut sembuh: kena gigit.
Belakangan saya memang suka makan tebu. Tanaman sendiri. Di dekat rumah bambu yang baru. Tebu jadi obat rindu masa lalu.
PDI-Perjuangan sedang memproduksi obat luka itu: seluruh kader dilarang bicara apa pun soal Gibran Rakabuming Raka. Bahwa Gibran kader PDI-Perjuangan itu sudah masa lalu. Bahwa ia baru bisa jadi wali kota Solo berkat jasa partai lupakan saja.
Kini Gibran sudah dewasa. Sudah menjadi kader partai lain. Jadi cawapresnya Capres Prabowo Subiyanto. Biarkan. Seperti juga adiknya, Kaesang Pangarep, yang sudah menjadi ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Biarkan.
Rasanya sikap baru PDI-Perjuangan itu dewasa sekali. Bisa jadi obat sakit hati yang mujarab. Sambil menanti waktu yang akan lewat.
PDI-Perjuangan pilih kembali fokus pada diri sendiri: memenangkan pasangan kaipang Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Terutama memenangkan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Membicarakan terus luka itu hanya akan memperdalam luka. Jateng harus dimenangkan. Pun Jatim. Sadar, menang di Jabar sulit.
Maka Jateng akan jadi palagan barsatayuda politik: antara Gibran dan Ganjar. Sama-sama muda. Dari satu kandang.
Jatim juga jadi palagan: antara Muhaimin dan Mahfud MD. Hanya Mahfud pernah di HMI dan dekat dengan Muhammadiyah. Maka ada tokoh NU yang mengingatkan Mahfud agar kalau mengucapkan salam pakai salam khas NU.
Tapi PDI Perjuangan punya plus-plus: wilayah Jatim sisi barat adalah milik merah.
Wilayah barat ini juga jadi tanggung jawab Pak SBY: kalau ingin memberi sumbangan nyata bagi koalisi Prabowo.
SBY orang Pacitan. Punya basis di sini. Putranya, Mas Ibas, selalu kelebihan suara di dapil sini.