Oleh : Yazzer Arafat, ST.,MT*
BANJIR yang terjadi saat ini dibeberapa wilayah di Indonesia merupakan akibat tingginya intensitas curah hujan harian rata-rata lebih dari 100 mm/hari atau lebih dari 20 mm/jam dengan durasi waktu yang melebihi 3 jam dapat mengakibatkan terjadinya genangan air dibeberapa tempat dan bahkan dapat mengakibatkan terjadi banjir yang sangat besar apabila suatu daerah memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) yang besar serta memiliki topografi dengan kemiringan yang bervariasi.
Banjir yang terjadi saat ini di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dari tanggal 1 Januari 2024 hingga saat ini merupakan dampak yang terjadi akibat tingginya intensitas curah hujan sehingga daya dukung dan daya tampung beberapa Sungai di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh tidak sanggup menampung debit air yang ada tersebut. Dan sebelum terjadinya intensitas curah hujan yang cukup tinggi kita mengalami fenomena El Nino, El Nino merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan SML meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik sehingga mengurangi curah hujan di Indonesia. Dengan demikian, El Nino juga bisa mengakibatkan kondisi kekeringan secara umum di Indonesia.
Dampak dari perubahan iklim dari Fenomena El Nino ke musim hujan menyebabkan partikel-partikel tanah dan pasir mudah terbawa oleh air menuju anak-anak Sungai dan Sungai utama. Pada skala tertentu banjir masih dapat ditoleransi kejadiannya selagi tidak mengganggu kegiatan manusia (Saihul Anwar,2009). Perkembangan jumlah penduduk dan kebutuhan akan sarana prasarana sebagai tempat untuk melakukan aktifitas menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan (land cover) atau alih fungsi lahan yang tidak terencana dan tidak terkendali menyebabkan lahan parkir banjir tersebut satu satu hilang sehingga air merambah ke permukiman penduduk terutama daerah yang relative landai. Sebaliknya apabila daerah yang memiliki topograpi bervariasi yang mengandung sejumlah besar batuan dan kerikil yang bercampur dengan partikel tanah akan menimbulkan longsor pada tebing-tebing sungai dengan run-off yang bertekanan dan kecepatan yang luar biasa dapat menyebabkan gerusan pada tebing sungai dan merobohkan bangunan diatasnya.
BACA JUGA:Kemendikbudristek Luncurkan Merdeka Belajar ke-23, Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia
BACA JUGA:Mulai Dari Akses Jalan, Pelabuhan Hingga Cadangan Lahan Untuk Industri
Fenomena banjir di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh diawal tahun 2024 ini memberikan kepedihan yang menyedihkan bagi Masyarakat terdampak, banjir dapat terjadi kapan dan dimana saja. Untuk dapat mengidentifikasi resiko banjir yang berpengaruh pada manusia dan lingkungan perlu diketahui penyebab terjadinya. Banjir dan kekeringan adalah masalah yang saling berkaitan dan datang saling menyusul, semua faktor yang menyebabkan kekeringan akan bergulir menyebabkan terjadinya banjir (Maryono, 2005). Lebih lanjut Siswoko (2002) menyatakan bahwa beberapa faktor penyebab banjir yaitu adanya interaksi antara faktor penyebab bersifat alamiah, dalam hal ini kondisi dan peristiwa alam serta campur tangan manusia yang beraktivitas pada daerah pengaliran.
Beberapa fakta yang tidak bisa dipungkiri oleh kita saat ini potret banjir yang terjadi di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh merupakan suatu kesatuan utuh suatu wilayah topograpi (bukan adminstratif) dengan daerah aliran sungai yang sangat banyak. Dimana Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh (sebelum pemekaran) memiliki 8 sungai besar dan 88 anak-anak sungai. Maka Ketika terjadi intensitas curah hujan sangat lebat (ekstrem) maka dihulu akan terjadi longsoran di tebing-tebing Sungai serta membawa sedimen (sediment transport) kearah hilir.
Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh berada di sekeliling bukit barisan Dimana potensi aliran air dari anak-anak sungai akan menuju ke sungai utama (Sungai Batang Merao) dan semua aliran sebagian dari anak-anak sungai dapat menuju ke Danau Kerinci atau ke Sungai Batang Merao. Maka Ketika daya dukung dan daya tampung Sungai Batang Merao tidak mampu menampung aliran air hujan yang mengalir dari anak-anak sungai maka air sungai akan melimpah di daerah bantaran sungai bahkan ke sempadan sungai dan bahkan lebih luas lagi. Untuk itu kedepannya perlu dilakukan kajian terkait daya dukung dan tampung sungai batang merao dalam upaya mengurangi dampak banjir. Karena untuk menghilangkan banjir seutuhnya tidak dapat dilakukan sepenuhnya namun mengurangi luas genangan dan lamanya genangan yang dapat dilakukan.
Selain secara alamiah karena topograpi dan geologisnya sebagai faktor penyebab banjir yang terjadi di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, penebangan liar yang terjadi di hutan TNKS serta penambangan Galian C yang tidak terencana dan terkendali membuat sungai mengalami sidementasi yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat pada beberapa lokasi Bendungan Di Siulak Deras dan Bendung Kasigi di Koto Majidin sehingga menyebabkan elevasi dasar sungai menjadi tinggi. Selain itu erosi akibat kemiringan tanah yang curam di tebing sungai menjadi pemicu deposit sedimentasi di sungai sehingga di beberapa tempat alur sungai yang berada pada tikungan dalam terjadi penumpukan sedimentasi yang membuat palung sungai dan bantaran sungai tertutup.
Dan mirisnya kenyataan dilapangan hasil identifikasi yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 2024 sedimentasi dibuat sebagai tempat untuk mendirikan bangunan (warung, parker, Gudang kayu dll). Bahkan ada dinding penahan tanah (DPT) yang dibuat didepan/diatas tumpukan sedimentasi yang sudah mengeras.
Selain faktor-faktor tersebut diatas sebagai pemicu terjadinya banjir di 2 (dua) wilayah ini, persoalan sampah tidak bisa diabaikan karena sampah yang hanyut terbawa aliran sungai akan menyebabkan berkurang/menghambat aliran air yang mengalir. Sampah-sampah yang terhambat di bawah jembatan (dileger) akan melimpaskan aliran ke area tertertentu (jalan, permukiman).
Saat ini sampah yang dihasilkan dari Kota Sungai Penuh 25-30 ton/hari (jambi ekpres,9 Januari 2024) dan produksi sampah di Kabupeten Kerinci 120 ton/hari (Tribun Merangin, 14 April 2023) maka total sampah yang diproduksi dari 2 (dua) wilayah 150 ton/hari. Mengingat kedua wilayah ini belum memiliki sistim pengelolaan sampah TPA yang resmi ataupun TPA Regional untuk melakukan pengelolaan sampah Sistim 3R (Reduce, Recycle dan Reuse).
Dari beberapa ulasan dan hasil identifikasi yang ada dilapangan maka beberapa hal yang perlu dilakukan Upaya secara komprehensif dan melibatkan semua stakeholder terkait baik dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota adalah:
Pertama Secara Struktural, yakni melakukan peninjauan kembali perizinan bagi pengusaha penambang Galian C sehingga memiliki pola yang terencana dan terkendali dalam melakukan eksploitasi Galian C. Kemudian upaya reboisasi untuk mengembalikan fungsi hidrogis DAS yang telah mengalami deforestasi. Sejalnjutnya, memperbaiki sistim drainase lingkungan maupun drainase perkotaan.