Johnson menjawab sendiri pertanyaannya itu: ''Demokrasi adalah dua ekor serigala dan seekor kambing yang lagi rundingan untuk memutuskan akan makan apa malam ini,'' katanya.
Maka, kata Johnson, Anda tidak seharusnya berdemokrasi. Aturan ''mayoritas yang menang'' tidak selalu menjadi keputusan yang terbaik.
Menurut media di Amerika, Johnson mengatakan itu di forum gereja First Baptist di Haughton, Louisiana. Di tahun 2019.
Memang tidak dijelaskan di media itu: apa konteks ucapannya itu. Juga apakah kalimat tersebut hanya satu potong dari banyak kalimat lainnya. Padahal bisa saja setelah itu ia meneruskan dengan kalimat seperti ini: ''tapi tetaplah demokrasi adalah sistem terbaik dari yang ada''. Atau tidak. Atau memang Johnson punya pikiran bahwa sistem agama lebih baik.
Buktinya ada jejak digital lainnya: Johnson berpendapat gerejalah yang seharusnya mengurus santunan sosial. Bukan negara.
Ia bercerita pernah berada di Amerika Latin. Yakni benua yang penghayatan agamanya (Katolik) sangat kuat. Sangat religius. Ia pernah melihat orang miskin antre makanan di gereja.
''Sekarang tidak ada lagi yang seperti itu. Semua sudah diserahkan ke negara,'' katanya. Gereja tidak melakukan apa-apa lagi di urusan seperti itu. Dengan sengaja. ''Sengaja menyerahkannya menjadi urusan negara. Harusnya jangan seperti itu,'' katanya.
Bisa saja Johnson berubah. Sudah berubah. Atau akan berubah. Posisi baru seseorang bisa mengubah sikap. Begitu berada di 'atas' pandangan seseorang lebih luas. Bergaulan juga lebih melebar. Yang dilihat juga lebih banyak. Yang seperti itu juga kita lihat di banyak tokoh agama di Indonesia. Termasuk di PKS.
Maka Bung Mirza pasti akan mengamati apa yang akan terjadi di Amerika ke depan. Terutama terkait dengan sikap parlemen terhadap Presiden Joe Biden. Yang jelas Johnson sangat antiaborsi. Anti perkawinan sesama jenis. Juga anti-Biden.
Perkawinan Covenant sendiri masih sangat terbatas. Baru 1 persen penduduk Amerika yang melakukannya. Johnson berarti masuk kelompok yang paling religius. (Dahlan Iskan)