JAKARTA- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat terdapat 89 kampus atau lembaga akademik yang menyuarakan kekhawatiran atas situasi demokrasi yang terjadi saat ini. Mereka bersuara berkaitan situasi rezim saat ini yang dinilai mengintervensi Pemilu 2024.
Ketua Umum YLBHI Muhamad Isnur menyatakan, puluhan kampus yang menyuarakan pendapat mendapat intimidasi maupun tekanan.
"Dari berbagai peristiwa atau diskusi deklrasi berbagai macam pernyataan tersebut, kami mendapatkan pengaduan dan pemantauan bahwa atas deklarasi tersebut kami temukan modus-modus, ada 23 peristiwa yang kami dapatkan," kata Isnur.
Isnur membeberkan berbagai tekanan yang diterima sivitas akademika usai menyuarakan kekhawatiran demokrasi. Pertama, adanya penghalangan dan pembubaran acara, baik oleh aparat berseragam atau berpakaian preman.
"Jadi misalnya di UI, Prof. Tuti (Harkristuti Harkrisnowo) dihubungi mantan muridnya yang minta dia untuk tidak dilaksanakan. Di Trilogi, di Kalibata itu diserang oleh preman. Kemudian hari ini di M Bloc ya, mau muter film Dirty Vote dicabut kesepakatan pemberian acaranya oleh Peruri," papar Isnur.
Tak hanya itu, ancaman lainnya yakni ada yang diikuti oleh aparat berseragam. Hal ini diketahui setelah koalisi masyarakat sipil menerima aduan tersebut.
"Ini ada guru besar yang mengadukan di wilayah di daerah, dia diikuti petugas kodim ketika ada ramai-ramai kunjungan presiden dan kampanye paslon di daerah tertentu. Dia ketakutan dan butuh perlindungan dengan cepat ya," ucapnya.
Bahkan, ancaman juga datang melalui serangan digital. Hal ini banyak dialami oleh mahasiswa, salah satunya Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gadjah Mada (UGM) Gilbran Muhammad Nur.
"WA-nya dihack, diambil alih. Juga ada beberapa guru besar mengadukan di doxing, FB-nya dikomentari negatif, diupload foto anak, cucu, dan lain-lain," ungkap Isnur.
Selain itu, adanya penyerangan massa berupa aksi demonstrasi. Hal ini dialami langsung oleh YLBHI dan KontraS, yang kantornya didemo massa dengan tuduhan provokator.
"Kami didemonstrasi dua kali, dengan tuduhan-tuduhan kami dianggap provokator dan mendesak polisi untuk mengungkap dan menangkap pengurus YLBHI dan KontraS," pungkasnya. (gwb)