Ops Timah

Selasa 02 Apr 2024 - 20:26 WIB
Editor : Jurnal

Dr Fachry Aly ternyata jauh dari kasus korupsi PT Timah Rp 270 triliun di Bangka. Intelektual muslim itu memang komisaris utama PT Timah. Saat itu. Tapi ternyata Fachry jauh dari kasus yang lagi heboh itu. 

Kok bisa? Bukankah langkah direksi yang begitu besar harus ada persetujuan dewan komisaris? 

Dari dokumen yang saya peroleh ternyata persetujuan itu tidak pernah ada. Bahkan tidak pernah diajukan oleh direksi. 

"Selamat ya. Anda selamat dari bencana besar!" tulis saya lewat WA pada Fachry Ali. 

Ia ternyata cool. Tidak merespons WA saya. Mungkin saya sudah dianggap wartawan. Bukan lagi teman. Yang apa pun jawaban soal timah akan jadi tulisan. 

Mengapa direksi tidak minta persetujuan dewan komisaris? 

Saya tidak bisa langsung menyalahkan direksi. Apalagi PT Timah adalah perusahaan publik. Begitu direksinya yakin langkahnya itu termasuk operasional perusahaan maka persetujuan dewan komisaris memang tidak diperlukan. 

Perusahaan yang sudah masuk bursa saham memang berbeda. Direksinya lebih bebas bergerak. Bahkan pemegang saham pun dilarang ikut campur operasional perusahaan.  

Di satu pihak itu baik. Agar pemerintah sebagai pemegang saham perusahaan BUMN tidak mudah intervensi. Apalagi perusahaan publik tidak hanya harus tunduk pada UU perseroan terbatas, tapi juga harus taat pada UU pasar modal. Dengan demikian campur tangan politik lebih minimalis. 

Teorinya. 

"BUMN masuk bursa" memang salah satu strategi negarawan agar BUMN bebas dari campur tangan politik. Politiklah yang membuat profesionalitas manajemen BUMN kalah jauh dari swasta. 

Maka perusahaan BUMN harus dibebaskan dari politik.  

Praktiknya sulit. Anda sudah tahu itu. 

Mungkin karena UU pasar modal itu pula yang membuat kejaksaan agung lebih hati-hati. Dalam hal kasus timah ini kejaksaan agung lebih menekankan kepada UU lingkungan hidup. Kerugian negara Rp 270 triliun pun dilihat dari segi kerusakan lingkungan. 

Kalau kerja sama PT Timah dengan swasta itu dianggap masih dalam lingkup operasional perusahaan, maka kian sulit menemukan lubang korupsi non kerusakan lingkungan. 

Kategori :

Terkait

Minggu 24 Nov 2024 - 20:13 WIB

Wanita Global

Jumat 22 Nov 2024 - 21:13 WIB

Datuk ITB

Kamis 21 Nov 2024 - 20:28 WIB

Kokkang Ibunda

Rabu 20 Nov 2024 - 20:41 WIB

Bergodo Kebogiro

Selasa 19 Nov 2024 - 19:30 WIB

Critical Parah