Pada kesempatan itu, Presiden Indonesia Soekarno, menekankan kepada Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo untuk menyampaikan ide diadakannya Konferensi Asia-Afrika saat pertemuan tersebut.
Soekarno menyatakan bahwa hal ini merupakan cita-cita bersama selama hampir 30 tahun untuk membangun solidaritas bangsa Asia-Afrika untuk memulai pergerakan nasional melawan penjajahan.
Satu tahun kemudian, Presiden Soekarno berhasil menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah dalam konferensi tersebut dan memilih Kota Bandung sebagai tempat penyelenggara pertemuan dari 29 delegasi.
Pelestarian Dokumentasi Diplomasi Publik (PDDP) Museum KAA, Christoforus H. B. Katon, menyampaikan pelaksanaan KAA di Gedung Merdeka menjadi simbol arena persatuan bangsa-bangsa yang sedang berjuang untuk bebas dari cengkeraman kolonialisme.
Para pemimpin negara-negara Asia dan Afrika berkumpul untuk membahas isu-isu krusial seperti kemerdekaan, penghapusan kolonialisme, dan pembangunan ekonomi.
“Masih banyak negara di dua benua ini berada di bawah penjajahan. Peserta Konferensi Asia-Afrika ada 29 negara. 23 dari Asia dan hanya ada enam negara yang merdeka di Afrika pada waktu itu,” kata Katon saat ditemui di Gedung Merdeka, Bandung, pada 17 April 2024.
Konferensi Asia-Afrika di Bandung ini telah membakar semangat untuk meraih masa depan cerah bagi para pejuang bangsa-bangsa yang pada masa itu tengah memperjuangkan kemerdekaan tanah air mereka.
“Sekitar 10 tahun setelah konferensi Asia-Afrika, dampaknya sangat luar biasa. Sangat besar menginspirasi bangsa-bangsa lain untuk adanya pergerakan-pergerakan nasional yang memerdekakan.Hasilnya adalah terdapat 36 negara yang merdeka di negara Asia dan Afrika.
Katon menyampaikan dirinya pernah menjadi pemandu salah seorang Managing Director of International Finance Corporation (IFC) Makhtar Diop berwarganegaraan Senegal yang mengungkapkan cerita mengharukan saat berkunjung ke Gedung Merdeka.
Dalam kunjungannya, warga negara asal Senegal itu merasa sangat tergerak untuk mengunjungi Kota Bandung karena ayahnya adalah seorang pejuang kemerdekaan Senegal yang selalu bercerita tentang pentingnya Gedung Merdeka dalam kemerdekaan negaranya.
“Sebelum bapak saya meninggal, dia pernah bilang, one day datanglah ke Bandung. Di situ ada sebuah gedung tempat pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika. Dari gedung itulah muncul kemerdekaan Senegal,” kata Katon.
Semangat KAA yang lahir di Gedung Merdeka terus hidup hingga saat ini. Gedung ini telah menjadi tuan rumah berbagai konferensi internasional lainnya, dan terus menjadi simbol penting dalam melawan penjajahan hingga pembangunan ekonomi bagi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
Di sisi timur Gedung Merdeka, terdapat sebuah museum yang menjadi saksi bisu momen bersejarah pelaksanaan KAA. Museum ini adalah penjaga jejak sejarah persatuan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
Gagasan pendirian Museum KAA diwujudkan oleh Joop Ave, sebagai Ketua Harian Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia-Afrika yang kemudian diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 24 April 1980.
Memasuki Museum KAA, pengunjung bagaikan diajak kembali ke masa 70 tahun silam. Di ruang Konferensi Utama, meja dan kursi para pemimpin negara masih tertata rapi, seakan-akan konferensi baru saja usai.
Kepala Museum KAA, Noviasari Rustam, menjelaskan bahwa museum ini terdapat banyak koleksi bersejarah yang menjadi bukti nyata perjuangan diplomasi Indonesia yang turut mendorong perjuangan bangsa-bangsa Asia dan Afrika dalam mencapai kemerdekaan.