Kenaf sedang diuji coba di satu desa dekat Tulsa. Saya lihat kebun uji coba itu. Bertemu dengan profesor ahlinya.
Tanaman itu ternyata pernah populer di Indonesia. Yakni ketika belum ditemukan kantong plastik. Mungkin sebagian Anda masih ingat: karung goni. Setidaknya pernah ikut lomba lari karung.
Karung itu dibuat dari serat tanaman tersebut. Yang tumbuhnya di rawa-rawa.
Bedanya: tanaman yang dikembangkan di Tulsa ini tiga kali lipat tingginya. Lebih tinggi dari badan profesor itu --apalagi badan saya.
Sedang yang di Indonesia hanya setinggi perut saya.
Saya pun pulang membawa benih dati Tulsa. Saya juga menyewa lahan sawah di Nganjuk. Dua hektare. Untuk uji coba. Kalau sukses, bisa diperluas. Tidak perlu impor bahan baku.
Hasilnya: tidak seperti yang di Tulsa. Memang bisa lebih tinggi tapi tidak seberapa. Hitung-hitung tidak bisa balik modal.
Di Amerika sendiri tanaman ini tidak berhasil jadi bintang pengganti pinus. Plastik tetap menjadi raja --biar pun dikecam sebagai sumber polusi nomor satu di dunia. Semuanya kalah murah.
Dallas tinggal empat jam dari Tulsa. Sekali tarik. Tanpa harus istirahat. Nasehat perusuh Bung Agus yang idola wanita itu (lihat komentar di Disway kemarin) telat.
Setelah keluar kota Tulsa jalan bebas hambatannya lebih sepi. Ada yang batas kecepatannya sampai 80 mil perjam. Jos.
Selama hampir satu jam di situ terasa seperti di arena balap mobil. Di jalur itu tidak boleh ada mobil yang kecepatannya kurang dari 60 mil/jam. Truk-truk raksasa pun berlari 75 mil/jam. Semua mobil kecil menyalip mereka. Saya ikut saja.
Lalu mendekati Dallas.
Sejak setengah jam sebelum masuk kota jalannya sudah lima lajur. Dari pengalaman yang lalu-lalu saya paling benci memasuki kota Dallas --menyukai setelah di dalamnya. Pun ketika keluar dari kota itu. Suasana di jalan rayanya mirip balapan sungguhan. Lima lajur saling berebut cepat. Yang kiri maupun yang tengah. Apalagi jalur paling kiri.
Bagi pendatang seperti saya terasa menegangkan: kan sering harus pindah lajur. Kadang ke kiri, kadang ke kanan. Padat. Saling tancap gas. Adu cepat saling menyalip. Semua. Di lima lajur. Tidak ada misalnya truk butut yang termehek. Atau mobil tua yang batuk-batuk. Semua seperti terlihat mobil baru.
Selama lebih setengah jam harus di arena balapan lima lajur seperti itu. Kadang saya ingat umur. Kadang lupa.(Dahlan Iskan)