Pariwisata, Emas Hitam dan Nikmatnya Seduhan Kopi
PANEN KOPI: Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X saat panen kopi di lereng Merapi, Cangkringan, Sleman. FOTO: ANTARA/HO-BAGIAN PROKOPIM SETDA SLEMAN --
Saat erupsi besar pada 2010, material vulkanis Merapi tak hanya memenuhi seluruh cekungan aliran sungai, tapi juga menimbun sungai dan kawasan pemukiman penduduk di sejumlah desa di Kecamatan Cangkringan hingga setinggi beberapa meter.
Di antara duka hancurnya perkampungan, ada harapan baru dari masyarakat dengan melimpahnya "emas hitam" di kawasan itu.
Sejak 2011, ratusan alat berat dan ribuan armada truk angkutan tambang dari pelaku penambangan modern memenuhi wilayah itu dengan mengantongi izin atas dasar normalisasi aliran sungai yang berhulu di Merapi. Hanya dalam 10 tahun, material sisa erupsi di kawasan aliran sungai pun habis.
Akibatnya, kegiatan penambangan pasir bergeser ke lahan pekarangan dan tanah-tanah di kawasan itu. Tentu saja penambangan itu juga menyasar kawasan tanah milik Kesultanan Yogyakarta.
Lahan-lahan itu di gali dengan dalam dan lebar hingga menyisakan lubang-lubang besar dan merusak lingkungan alam sekitarnya, sehingga pemerintah daerah mengambil langkah cepat untuk mengatasi kegiatan penambangan ilegal.
Budi Daya Kopi Merapi
Melihat dampak dari aktivitas penambangan itu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan tegas melarang penambangan di lereng Merapi dan mendorong warga beralih menjadi petani kopi.
Guna mendukung upaya tersebut, Sultan melalui Pemerintah Provinsi DIY menyalurkan bantuan bibit tanaman kopi agar masyarakat yang sebelumnya mengandalkan nafkah dari penambangan pasir mengubah mata pencaharian sebagai petani kopi.
Sultan menegaskan bahwa saat ini aktivitas penambangan tidak boleh dilakukan lagi kecuali di pinggir sungai.
Pada 2025, tiga kali sudah panen kopi di sekitar lereng Gunung Merapi yang dulunya digunakan sebagai lokasi penambangan. Masyarakat setempat turut merasakan manfaat ekonomi dari panen kopi itu.
Menurut Sultan, alih profesi tersebut membuat masyarakat tetap memperoleh penghasilan tanpa merusak alam.
"Kami usahakan untuk alih profesi agar tidak merusak lingkungan dan bisa dijaga dengan kesadaran bersama," kata Sultan.
Dukungan tidak hanya datang dari Pemerintah Provinsi DIY, Kementerian Pertanian pun turut hadir mendukung pengembangan kopi di lereng Merapi Sleman yang menjadi salah satu upaya konservasi di wilayah itu dan menjadi daya tarik dalam kolaborasi sektor pariwisata.
Direktorat Jendral Perkebunan Kementan menyebut upaya pengembangan budi daya kopi di lereng Merapi ini merupakan langkah strategis, mengingat, selain dikenal sebagai kota pelajar, DIY khususnya wilayah Kabupaten Sleman dikenal dengan potensi pariwisata yang sangat kaya.
Dukungan pemerintah pusat ini diwujudkan dalam bentuk bantuan yang diberikan Kementan dengan pemberian bantuan puluhan ribu bibit kopi kepada Kelurahan Umbulharjo dan Kelurahan Glagaharjo, Cangkringan.