Baca Koran Jambi Ekspres Online

Teknologi Bukan Ancaman, Tetapi Teman Baru

SORTIR BIJI KOPI: Ibu-ibu rumah tangga yang bekerja menyortir biji kopi dan tergabung dalam Karana Global di Singaraja, Bali, Kamis (2/10/2025). FOTO: ANTARA/SITI NURHALIZA --

Menanam Harapan Bagi Perempuan dan Petani Muda di Lereng Kintamani

Kelompok tani kecil di Kabupaten Bangli ini menjadi bagian di balik gemerincing biji kopi. Ada banyak kisah tentang perubahan, di mana secangkir kopi bisa menjadi jembatan antara modernitas dan tradisi, antara kenyamanan kota dan ketekunan di kebun.

----

KABUT pagi masih menggantung di lereng Kintamani, Bali. Barisan pohon kopi yang hijau dan tumbuh rapi di lahan-lahan kecil milik warga bercampur dengan aroma tanah basah dan semerbak bunga jeruk yang tumbuh di sela-sela batang kopi arabika.

Dari sanalah, di ketinggian lebih dari 1.200 meter di atas permukaan laut, secangkir kopi yang dinikmati jutaan orang di kota-kota besar memulai perjalanannya.

Setiap biji kopi dengan rasa segar, cenderung manis, dan aroma khasnya membuka banyak pengalaman, kenyamanan, dan harapan.

BACA JUGA:Pariwisata, Emas Hitam dan Nikmatnya Seduhan Kopi

BACA JUGA:H A Khafidh: Merangin Usulkan Pengembangan Perkebunan Kopi, Pada Rakornas Percepatan Hilirisasi Komoditas

Bagi Niluh Ramiati (33), pagi bukan waktu untuk menikmati kopi, tapi untuk bekerja dengan biji-biji kopi itu.

Sejak matahari muncul di balik Gunung Batur, Niluh dan pekerja lainnya sudah duduk di depan tampah bambu dengan tangannya yang cekatan dalam memilah biji-biji kecil berwarna coklat muda satu per satu.

Niluh Ramiati adalah satu dari puluhan perempuan penyortir di bawah binaan Karana Global, mitra lokal sebuah brand kopi di Bali. Kelompok tani kecil di Kabupaten Bangli ini menjadi bagian di balik gemerincing biji kopi.

Ada banyak kisah tentang perubahan, di mana secangkir kopi bisa menjadi jembatan antara modernitas dan tradisi, antara kenyamanan kota dan ketekunan di kebun.

Bagi Niluh, tanah di Kintamani ini tak benar-benar istirahat. Tempat inilah yang menjadi tempat dirinya menyaksikan pagi hari dengan matahari yang menyapa lembut, disusul kabut yang turun sebelum sore.

Sebuah tempat pengolahan kopi yang menjadi bagian dari program pemberdayaan masyarakat inilah menjadi pembelajaran bagi Niluh Ramiati dalam mengenal dunia kopi; mulai dari memetik, memilah, menjemur, hingga mengemas.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan