KPU Sebut Indeks Partisipasi Pemilu Bisa Jadi Acuan DPR RI dalam Revisi Sistem Pemilu
Ketua KPU RI Mochamad Afifuddin bersama Komisioner KPU RI August Mellaz saat diwawancarai usai merilis Indeks Partisipasi Pilkada 2024 di Jakarta--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia menyampaikan bahwa Indeks Partisipasi Pemilu (IPP) untuk Pemilu 2024 maupun Pilkada 2024 dapat menjadi acuan penting bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam proses revisi sistem pemilu ke depan.
Komisioner KPU RI, August Mellaz, mengatakan bahwa revisi sistem pemilu merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleh pembuat kebijakan, namun KPU perlu berperan aktif dengan memberikan kontribusi berdasarkan data dan pengalaman yang dimiliki.
“KPU memiliki data dan pengalaman yang mendalam, yang tidak dimiliki oleh pihak lain. Oleh karena itu, mendengarkan KPU dengan data IPP Pemilu dan Pilkada bisa menyajikan informasi yang sangat relevan,” ujar August Mellaz saat peluncuran Indeks Partisipasi Pilkada 2024 di Jakarta.
Menurutnya, IPP yang dirilis KPU tidak hanya menjadi alat ukur statistik, melainkan juga sebagai dasar untuk membantu pemerintah dan DPR merumuskan alternatif sistem pemilu yang lebih efektif dan transparan.
Indeks ini mencakup berbagai dimensi mulai dari registrasi pemilih, pencalonan, kampanye, sosialisasi, pendidikan pemilih, hingga partisipasi masyarakat dalam pemilihan.
August menekankan pentingnya transparansi dan keterlibatan publik di setiap tahapan pemilu agar partisipasi tidak hanya diukur dari jumlah pemilih yang hadir, tetapi juga dari kualitas dan maknanya.
IPP diharapkan menjadi panduan strategis bagi KPU di tingkat daerah, partai politik, dan masyarakat sipil untuk merancang program sosialisasi yang inklusif, memperluas akses bagi calon dari kelompok marginal, serta mengembangkan pendidikan politik berkelanjutan.
“Kami ingin masyarakat tidak hanya datang ke TPS, tetapi juga datang dengan pemahaman, harapan, dan kepercayaan bahwa partisipasi mereka memiliki arti penting. Ini langkah menuju demokrasi yang berakar pada rakyat, bukan hanya angka semata,” jelasnya.
Dalam indeks tersebut terdapat tiga tingkatan partisipasi, yaitu participatory, engagement, dan involvement.
Hasil evaluasi KPU menunjukkan bahwa empat provinsi masuk dalam kategori participatory, 31 provinsi dalam kategori engagement, dan dua provinsi dalam kategori involvement.
Sedangkan di tingkat kabupaten/kota, sebanyak 24 kabupaten/kota masuk kategori participatory, 446 kabupaten/kota kategori engagement, dan 38 kabupaten/kota kategori involvement.
IPP mengukur lima dimensi utama, yakni registrasi pemilih, pencalonan, kampanye, sosialisasi dan pendidikan pemilih (Sosdiklihparmas), serta tingkat partisipasi pemilih atau voter turnout.
Data ini diharapkan dapat menjadi alat evaluasi dan panduan untuk memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia ke depan.
August mengajak seluruh pemangku kepentingan, mulai dari KPU daerah, partai politik, hingga lembaga masyarakat sipil, untuk memanfaatkan IPP sebagai bahan perencanaan program yang mendorong partisipasi pemilih yang lebih luas dan bermakna.
Menurutnya, IPP bukan sekadar soal jumlah pemilih yang hadir, melainkan bagaimana rakyat benar-benar terlibat aktif dan kritis dalam proses demokrasi. (*)