DJP Sebut Wewenang Intip Rekening Demi Cegah Penghindaran Pajak
JAKARTA-Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan, wewenang Direktur Jenderal Pajak memperoleh informasi keuangan dalam rekening orang pribadi maupun entitas merupakan kebijakan yang disusun guna mencegah praktik menghindari kewajiban membayar pajak.
“Apabila ada kesepakatan yang dilakukan untuk menghindarkan data dan informasi yang dipertukarkan, kita berhak untuk evaluasi data yang seharusnya dipertukarkan,” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Agustus 2024 di Jakarta, Selasa.
Suryo menjelaskan, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Dalam PMK 47/2024, Kementerian Keuangan menyisipkan Bab VA tentang Anti Penghindaran yang melarang wajib pajak melakukan kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan menghindari kewajiban.
Setiap orang dan entitas juga dilarang membuat pernyataan palsu, menyembunyikan, atau mengurangkan informasi dari yang seharusnya disampaikan.
Selanjutnya, dalam Pasal 30A Ayat 3, beleid tersebut menyatakan Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan maksud dari kesepakatan yang terjadi serta memperoleh informasi keuangan berkaitan dengan kesepakatan, termasuk keterangan dan informasi lainnya.
PMK itu juga melarang lembaga keuangan membuka rekening keuangan baru atau melayani transaksi baru kepada orang pribadi maupun entitas yang menolak dilakukan prosedur identifikasi rekening keuangan (due dilligence).
“Melalui PMK ini kami mencoba untuk mengatur dan menjaga validitas data yang akan dipertukarkan, sehingga menjadi lebih valid secara kualitas dan ketepatannya. Ini sangat diperlukan ketika kita menegakkan hak dan kewajiban perpajakan dan wajib pajak di masing-masing otoritas,” tambah Suryo.
Adapun batas minimal saldo rekening orang pribadi yang dapat diperiksa oleh DJP adalah sebesar Rp1 miliar, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 19 PMK Nomor 19 Tahun 2018 yang menggantikan ketentuan dalam PMK 70/2017 sebesar Rp200 juta. Sementara bagi entitas tidak terdapat batasan minimum saldo.
PMK itu juga mewajibkan lembaga keuangan untuk melaporkan rekening keuangan yang agregat saldo atau nilai rekening keuangannya melebihi 250.000 dolar AS. (ant)