Dekolonisasi: Merdekakah Kita?
Rusli Abdul Roni--
Oleh: Rusli Abdul Roni
DEKOLONISASI, istilah yang merujuk pada proses pembebasan suatu bangsa dari penjajahan, memiliki makna yang sangat mendalam dan kompleks, terutama dalam konteks Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945, bung Soekarno dan bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, yang menandai berakhirnya penjajahan Belanda selama lebih dari tiga setengah abad.
Namun, apakah kita benar-benar telah merdeka? Pertanyaan ini tidak hanya relevan untuk masa lampau tetapi juga untuk masa kini, mengingat tantangan yang masih kita hadapi dalam mewujudkan kemerdekaan yang sejati akan masih terus berlanjut.
Sejarah dan Makna Dekolonisasi
Dekolonisasi bukan hanya tentang pemindahan kekuasaan politik dari penjajah ke bangsa pribumi. Ini juga melibatkan pembebasan dari pengaruh, nilai, dan struktur yang ditinggalkan oleh penjajah. Dalam konteks Indonesia, dekolonisasi dimulai dengan perlawanan fisik terhadap penjajah, yang puncaknya adalah proklamasi kemerdekaan. Namun, perjuangan dekolonisasi tidak berhenti di sana. Tantangan berikutnya adalah bagaimana Indonesia, sebagai bangsa yang baru merdeka, bisa melepaskan diri dari cengkaman, ketergantungan dan pengaruh yang dibentuk selama masa penjajahan.
Ya, memang tidak dapat dinafikan secara fisik, Indonesia sudah merdeka. Namun, secara pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi, budaya, identitas dan mentalitas, jejak-jejak kolonialisme masih tampak jelas dalam ranah kebangsaan ini. Warisan penjajahan, seperti intervensi kepentingan politik, ketergantungan ekonomi terhadap negara-negara Barat, sistem pendidikan yang cenderung mengadopsi nilai-nilai asing yang tidak sejalan dengan norma kebangsaan, hingga mentalitas 'inlander' yang masih tertanam di sebagian masyarakat, menjadi bukti bahwa proses dekolonisasi belum sepenuhnya selesai. Bahkan secara politis pun tidak dapat dipungkiri bahwa kita belum benar-benar merdeka. Katakan seperti keupayaan menentukan sosok kepemimpinan bangsa yang diasumsikan masih dipengaruhi oleh intervensi asing. Mungkin semua menyadari bahwa masih berlaku permohonan restu dan pengakuan dari kuasa-kuasa besar dunia dan asing dalam penentuan pemimpin bangsa. Dan rakyat juga masih dibelenggu oleh berbagai trik-trik politik seperti money politik dalam menentukan pilihannya yang tepat. Seolah-oleh rakyat ini dipaksa mengikuti pilihan mereka yang memiliki lebih pengaruh materialistik. Sehingga sering kali terkesan dan diyakini bahwa prosesi politik kita masih terjajah dan belum benar-benar merdeka. Walaupun 2024 ini kita akan menyambut peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 79. Dirgahayu Indonesiaku.
Dekolonisasi Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Sementara Dekolonisasi Pendidikan dan ilmu pengetahuan adalah upaya membongkar
konstruksi pengetahuan kolonial dan pola produksinya yang masih dilanggengkan. Penjajahan epistemik, di mana pena dan kertas menjadi senjata baru untuk menaklukkan, membuat benak kita tidak benar-benar merdeka. Bahkan melalui ekslarasi informasi yang berbasis maya seperti media sosial yang disambungkan melalui apa yang disebut Internet of Thing (IoT) juga belum benar-benar memerdekakan benak elemen bangsa. Justeru dengannya tanpa disadari generasi kita semakin hanyut dalam pengaruh dan belenggu idealisme kolonial. Oleh itu, upaya untuk merdeka dari benak yang terbelenggu (captive mind) adalah titik berangkat kajian pascakolonial dan dekolonial. Pola umum dekolonisasi pengetahuan dalam ilmu sosial Indonesia mungkin bisa dibaca dengan istilah pribumisasi ilmu sosial, kearifan lokal. Agaknya ini antara yang memicu munculnya slogan “siswa merdeka” dan “kampus merdeka” yang pernah didengungkan.
Dekolonisasi Ekonomi: Kemandirian yang Masih Tertunda
Salah satu aspek dekolonisasi yang paling krusial adalah kemandirian ekonomi. Sejak kemerdekaan, Indonesia telah berusaha untuk mengembangkan ekonominya secara mandiri. Namun, tantangan yang dihadapi sangat besar. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia sering kali menjadi incaran negara-negara maju yang ingin mengeksploitasi kekayaan alam tersebut. Ketergantungan pada ekspor komoditas mentah dan investasi asing menjadi tanda bahwa ekonomi Indonesia masih belum sepenuhnya terlepas dari pengaruh asing.
Selain itu, kesenjangan ekonomi yang masih lebar antara daerah perkotaan dan pedesaan menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi belum merata. Penduduk di daerah terpencil sering kali tidak mendapatkan akses yang sama terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi. Ini mengindikasikan bahwa upaya dekolonisasi ekonomi belum mampu mencapai seluruh lapisan masyarakat.
Dekolonisasi Budaya: Identitas yang Terjajah
Dekolonisasi juga memiliki dimensi budaya yang sangat penting. Selama masa penjajahan, budaya lokal sering kali dianggap rendah dan tidak bernilai. Sebaliknya, budaya penjajah dianggap lebih superior dan menjadi acuan dalam banyak aspek kehidupan, termasuk pendidikan, hukum, dan seni. Akibatnya, setelah merdeka, bangsa Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengembalikan dan menguatkan Kembali identitas budaya mereka sendiri.