Pengaruh Sejarah Jawa dalam Nama Kota Lombok

Pengunjung menyaksikan pameran warisan budaya Kerajaan Mataram Islam di Museum NTB di Mataram--

Busana adat abdi dalem pria Kesultanan Yogyakarta disebut surjan pranakan jangkep yang merupakan salah satu pakaian dinas harian. Busana itu memiliki corak lurik berwarna biru tua dan hitam.

Keberadaan lima kancing di setiap ujung lengan memiliki arti lima rukun Islam, sedangkan enam kancing yang ada leher depan mengandung makna enam rukun iman. Busana pranakan sarat dengan warisan nilai-nilai Islam yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Mataram Islam.

Setiap abdi dalem pria yang bekerja di Keraton Kesultanan Yogyakarta wajib mengenakan kelengkapan busana berupa blangkon sebagai penutup kepala dan kain batik untuk menutup bagian kaki. Ada pula busana bersifat pelengkap, yakni samir, kain penutup pinggang, dan keris. 

Adapun pakaian abdi dalem pria Kesunanan Surakarta disebut atela jangkep dengan atasan menyerupai jas dengan kancing berada di tengah.

Para abdi dalem dari keraton Kesultanan Yogyakarta dan keraton Kesunanan Surakarta saat ini masih ditugaskan menjaga Kotagede yang pernah menjadi ibu kota pertama Mataram Islam dan Imogiri sebagai situs makam raja-raja Mataram.

Nilai-nilai yang ada dari dulu sampai sekarang masih hidup, yaitu penjagaan terhadap makam leluhur yang tanggung jawabnya ada pada dua keraton tersebut.

Dari depan manekin abdi dalem berbusana adat yang memancarkan aura kewibawaan, berjalan sedikit ke sebelah kanan terdapat sebuah tablet menyala menampilkan proses pembuatan camilan khas kembang waru yang menjadi warisan budaya tak benda Museum Kotagede sejak tahun 2019.

Jajanan lawas mirip roti itu berbentuk bunga waru dengan nama binomial Hibiscus tiliaceus. Makanan yang ada sejak masa Kerajaan Mataram Islam itu punya bentuk delapan kelopak. Kedelapan sisi kelopak mengandung makna delapan laku pemimpin yang digambarkan sebagai delapan elemen unsur alam, yaitu air, api, tanah, angin, Matahari, Bulan, langit, dan bintang.

Selain kembang waru, ada pula camilan kipo dan legomoro yang juga warisan budaya tak benda. Kipo merupakan camilan khas favorit Sultan Agung yang membawa masa keemasan bagi Mataram Islam. Kuliner itu terbuat dari tepung ketan yang di dalamnya terdapat isian kelapa dengan gula merah.

Kemudian, legomoro adalah makan yang terbuat dari ketan dengan isian daging cincang berbentuk segi empat memanjang. Legomoro menjadi salah satu hantaran wajib mempelai pria untuk diserahkan kepada mempelai wanita. 

Berjalan sedikit ke depan terpampang replika umpak Kerto yang menjadi penyangga tiang pada bangunan konstruksi kayu. Umpak adalah bukti kemegahan Keraton Kerto yang menjadi ibu kota kedua Kerajaan Mataram Islam.

Tiang bangunan itu memiliki hiasan huruf Arab berupa min, kha, mim, dal. Keempat huruf Arab tersebut bila dibaca membentuk nama Muhammad.

Dalam akuarium kaca di ruangan Gedung Pusat Informasi Geologi Museum NTB terpajang sebuah rebana dan kipas. Kedua benda koleksi Museum Pleret tersebut merupakan benda yang digunakan saat pertunjukan shalawat montro.

Kepala Museum NTB Ahmad Nuralam mengatakan pameran Mataram Islam berupaya meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hubungan antarpendahulu. Dalam pameran itu, Museum NTB turut memamerkan tiga senjata, babad Lombok, dan wayang Sasak.

Nusantara merupakan satu komunitas yang cukup besar membuat satu wilayah dengan wilayah lain saling terhubung dan menciptakan berbagai persamaan.

Tag
Share