BNPB Ajak Negara ASEAN Kedepankan Kearifan Lokal Mitigasi Bencana

Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Mayjen TNI Fajar Setyawan--

JAKARTA-Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengajak negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk tetap mengedepankan kearifan lokal masyarakat dalam upaya mitigasi potensi bencana.

Gagasan tersebut menjadi poin pembahasan yang disampaikan Kepala BNPB Suharyanto dalam Global Forum for Sustainable Resilience (GFSR) 2024 dan pameran Asia Disaster Management and Civil Protection Expo, and Conference (ADEXCO) di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Rabu.

Suharyanto mengatakan bahwa pengetahuan dan praktik masyarakat lokal yang mampu hidup berdampingan dengan alam sejak masa lampau dapat menjadi benteng pertahanan yang kuat dalam menghadapi bencana.

Ia mencontohkan seperti cara Suku Baduy di Jawa Barat yang membangun rumah tempat tinggal menggunakan teknik sambung dan ikat. Menurut dia, hal tersebut salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Indonesia untuk mencegah dampak kerusakan akibat bencana gempa bumi.

BNPB yakin secara khusus setiap masyarakat lokal di kawasan ASEAN juga memiliki budaya atau kebiasaan sendiri dalam menjaga komunitasnya dari bahaya bencana karena hidup yang berdampingan dengan alam itu.

"Maka pertama adalah budaya dan kelembagaan ini merupakan pilar utama dalam resiliensi berkelanjutan. Setelahnya baru dukungan anggaran, transfer teknologi, dan infrastruktur," ujarnya.

Dia memaparkan sampai saat ini pihaknya terus berupaya mengedepankan kearifan lokal masyarakat dan memadukannya dengan kecanggihan teknologi untuk memitigasi risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir hingga gempa dan tsunami.

Adapun teknologi yang dimaksud berupa sistem peringatan dini atau early warning system (EWS) berbasis sensor dan Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang pengendaliannya dilakukan oleh BNPB bersama Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Melalui upaya tersebut, kata dia, jumlah kerusakan infrastruktur dan korban jiwa akibat bencana di Indonesia dapat ditekan signifikan.

Berdasarkan data rekapitulasi BNPB (2021-2023) tercatat ada sebanyak 32.809 rumah yang rusak dari 4.878 bencana alam yang terjadi sepanjang 2023.

Jumlah tersebut menunjukkan penurunan yang signifikan bila dibandingkan dua tahun sebelumnya. Pada tahun 2022 ada sebanyak 95.403 rumah yang rusak dari 3.544 kejadian bencana, sementara pada tahun 2021 ada sebanyak 158.659 rumah rusak dari 5.402 kejadian bencana.

Demikian juga tercatat untuk jumlah korban meninggal dunia atau hilang yang dapat ditekan menjadi 292 korban dari 8.601.616 korban terdampak pada 2023. Jumlah itu lebih sedikit bila dibandingkan data 2022, yang tercatat sebanyak 895 korban meninggal atau hilang dari 6.087.878 korban terdampak.

Menurut Suharyanto, pihaknya juga terus menggencarkan pelatihan simulasi evakuasi mandiri dan ketahanan bencana yang berbasiskan masyarakat melalui pembentukan desa tangguh bencana (Destana).

BNPB saat ini sudah membentuk sebanyak 182 desa tangguh bencana. Dalam lima tahun ke depan ditargetkan terbentuk sebanyak 3.000 desa tangguh bencana di sepanjang pesisir Indonesia yang berpotensi banjir dan juga diperkirakan oleh para ilmuwan akan terjadi gempa bumi dan tsunami skala megathrust.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan