Agama GPT

Oleh : Dahlan Iskan--

"Anda Kristen atau Katolik?” tanya saya. 

"Saya Katolik," jawabnya. 

"Hebat ya... Anda masih percaya Tuhan...," celetuk saya spontan. 

Yang saya tanya itu adalah Dr Dionysius Joseph Djoko Herry Santjojo. Ia ahli fisika Universitas Brawijaya, Malang. 

Dr Djoko bergabung di kelompok complexity science –bersama Prof Dr Sutiman yang ahli nano biologi di UB itu. 

Prof Sutiman juga penemu nano bubble untuk kirim oksigen langsung ke sel. 

Yang membuat saya lebih menyesal: saya tahu Prof Sutiman adalah muslim yang taat. Mengapa saya ''goda'' juga dengan kalimat ''kok masih percaya Tuhan''. 

Di Barat banyak ahli fisika seperti mereka tidak lagi percaya Tuhan. Mereka tahu awal mula terjadinya kehidupan. Juga tahu proses terjadinya kehidupan. Mereka bukan orang seperti saya yang percaya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah ciptaan Tuhan. 

Kemarin petang saya menerima WA dari Prof Sutiman. Saya terkejut. Menyesal. Celetukan saya soal Tuhan rupanya membuat Prof Sutiman terus berpikir. Beliau mencari terus jawaban yang tepat. 

Sampai-sampai ternyata beliau menghubungi ChatGPT. Prof Sutiman mengajukan beberapa pertanyaan ke ChatGPT. Tentang Tuhan. Tentang agama. Tentang science, dan iman. 

Saya sendiri belum pernah berhubungan dengan ChatGPT. Maka setelah membaca hasil dialog beliau dengan ChatGPT, saya balik bertanya: apakah beliau sudah sering menggunakan ChatGPT? 

"Sesekali," jawabnya. 

"Apakah Prof percaya pada kebenaran jawaban ChatGPT?” 

Beliau menjawab pakai Bahasa Jawa kromo inggil. Intinya: jawaban ChatGPT tidak selalu akurat. Apalagi di soal yang tidak terlalu banyak dibicarakan di internet. 

Tag
Share