MK Beri Kejelasan bagi Polisi Terkait Pengambilan Anak Paksa

Pakar Hukum dari Universitas Borobudur Jakarta Prof Faisal Santiago. ANTARA/Dokumentasi Pribadi--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Pakar Hukum dari Universitas Borobudur Jakarta, Prof. Faisal Santiago, menilai penegasan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa orang tua kandung yang mengambil anak secara paksa tanpa hak atau izin dapat dipidana, memberikan kejelasan bagi kepolisian.

"Saya sepakat dengan putusan MK. Itu memberi kejelasan bagi kepolisian," ujar Faisal sebagaimana dikutip dari ANTARA.

Faisal mengungkapkan bahwa saat ini banyak terjadi kasus perebutan anak antara pasangan suami-istri yang sudah bercerai.

BACA JUGA:Jessica Kumala Wongso, Terpidana Kasus Kopi Sianida Kini Menyandang Status Bebas Bersyarat

BACA JUGA:Tiga Gunung Api di Indonesia Masih Berstatus Siaga

Ia merujuk pada lima ibu pemohon uji materi di MK, yaitu Aelyn Hakim, Shelvia, Nur, Angelia Susanto, dan Roshan Kaish Sadaranggani, yang memiliki hak asuh anak berdasarkan putusan pengadilan, namun tidak dapat bertemu dengan anak-anak mereka karena sang ayah diduga membawa kabur.

Ketika para ibu tersebut melaporkan mantan suami ke kepolisian dengan mengacu pada Pasal 330 ayat (1) KUHP, laporan mereka sering kali tidak diterima atau tidak ada perkembangan, dengan alasan bahwa yang membawa kabur anak adalah ayah kandung.

"Seharusnya, berdasarkan putusan pengadilan, jika anak tersebut menjadi hak asuh ibu, maka tindakan bapaknya tanpa izin ibunya bisa dikategorikan sebagai penculikan," kata Faisal.

BACA JUGA:Pemkab Sarolangun Tetapkan Status Siaga Darurat Karhutla

BACA JUGA:Lahan Jadi Status Quo Jika Sengaja Dibakar, Kapolda Keluarkan Maklumat

Ia mendukung penegasan MK yang memberikan landasan hukum bagi penegak hukum untuk menindak laporan tersebut.

"MK tidak membatalkan hak biologis orang tua, tetapi mencegah anak menjadi objek perebutan orang tua," tambahnya.

Sebelumnya, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan bahwa pengambilan anak oleh orang tua kandung tanpa hak asuh berdasarkan putusan pengadilan, dilakukan tanpa seizin orang tua pemegang hak asuh, dan disertai paksaan, dapat melanggar Pasal 330 ayat (1) KUHP.

BACA JUGA:Jambi Tetapkan Status Siaga Darurat Karhutla, Berlaku Sejak 19 Juli Hingga 31 Oktober

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan