Kemendikbudristek Jadikan Digitalisasi Solusi Genjot Mutu Kampus
Dirjen Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Abdul Haris memberikan sambutan di sela Education USA.--
BALI, JAMBIEKSPRES.CO– Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadikan digitalisasi sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di kampus seluruh Indonesia.
“Kami harus mentransformasi pendidikan tinggi ke arah digitalisasi,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Kemendikbudristek, Abdul Haris, di sela Education USA di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali.
Ia mengungkapkan bahwa kualitas pendidikan tinggi di Tanah Air berkaitan erat dengan akreditasi.
Namun, dari 4.356 institusi pendidikan tinggi, sebanyak 1.501 universitas di Indonesia belum terakreditasi.
BACA JUGA: 38 Perpustakaan PTKIN Dilingkungan Kemenag Raih Akreditasi A
BACA JUGA:Kemendikbudristek Luncurkan Regulasi Baru untuk Meningkatkan Kesejahteraan Dosen
Ribuan institusi pendidikan tersebut memiliki sekitar 9,8 juta mahasiswa, 338 ribu dosen, dan 32 ribu program studi di seluruh Indonesia.
Sayangnya, hanya lima universitas di Tanah Air yang masuk dalam peringkat top 500 universitas dunia.
Abdul menekankan bahwa kualitas merupakan salah satu dari tiga isu pendidikan tinggi Indonesia, selain akses dan kualitas lulusan yang terserap di dunia kerja.
Terkait akses untuk pelajar disabilitas, ia mencatat bahwa hanya 2,8 persen pelajar dengan disabilitas yang menyelesaikan pendidikan tinggi.
Sedangkan, setiap tahun sekitar satu juta lulusan perguruan tinggi dihasilkan, tetapi banyak di antaranya yang menganggur.
“Sebanyak 80 persen dari lulusan perguruan tinggi bekerja di sektor yang tidak terkait dengan kuliah mereka,” kata Abdul Haris.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). “Setiap tahun kami mengirimkan lebih dari 2.000 sarjana strata satu ke luar negeri, dan sekitar 50 persen di antaranya ke Amerika Serikat,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Kemendikbudristek juga berupaya menghumanisasi teknologi dalam proses pembelajaran daring. Mereka mengembangkan Sistem Pembelajaran Daring (Spada) Indonesia untuk mengatasi kapasitas terbatas dari institusi pendidikan tinggi.