Hanya Berharap Angka Korupsi Turun

KIRIM UANG: Seorang pekerja migran Indonesia mengirimkan uang di salah satu tempat pengiriman uang di daerah Chow Kit, Kuala Lumpur, Kamis (4/4/2024). FOTO: ANTARA/VIRNA P SETYORINI --

Tenaga tukang asal Indonesia berangsur tergantikan oleh pekerja migran dari Banglades. Ia mengibaratkan jika dalam satu proyek konstruksi ada 1.000 pekerja, bisa 900 berasal dari Banglades dan sisanya 100 orang, bahkan kurang, dari Indonesia.

Dari segi ketrampilan, menurut Kasdi, mereka cukup baik, memang tidak kalah dengan tukang dari Indonesia. Saat ditanya alasan pekerja migran dari Banglades kini lebih diminati oleh majikan, ia mengatakan kemungkinan alasan terbesar soal besaran upah yang lebih rendah.

Namun demikian, ia mengaku sejauh ini tidak merasa terancam dengan semakin banyaknya pekerja dari Bangladesh yang bekerja di Malaysia. Dengan keterampilan dan kinerja yang baik, ia meyakini majikan di Malaysia akan tetap mempertahankan keberadaannya.

Gaji Lebih Tinggi

Danang, rekan Kasdi yang juga merupakan tukang asal Madiun dan Gofur asal Surabaya, siang itu juga ada di sana. Ikut berbincang santai sambil menikmati teh o ais (es teh manis) di tengah cuaca panas Kuala Lumpur.

Danang mengatakan salah satu alasan mengapa banyak dari mereka memilih tetap bekerja di Malaysia, tidak lain soal upah. Jika rata-rata upah tukang atau pekerja bangunan di Indonesia per hari sekitar Rp80.000, maka di sana bisa mencapai sekitar 130 ringgit Malaysia (RM) atau sekitar Rp468 ribu hingga RM150 atau sekitar Rp540.000 per hari.

Dengan keterampilan dan tenaga yang sama, jelas perbandingan gaji yang mereka peroleh di Malaysia jauh lebih besar per bulan, bisa tembus angka Rp14 juta sedangkan di Indonesia hanya akan memperoleh Rp2 juta.

Mereka merasa tenaganya lebih dihargai di negara jiran, sangat wajar mereka bertahan di sana.

Meski tidak selama Kasdi, Danang sudah cukup lama bekerja di Malaysia di sektor yang sama,  termasuk juga pernah mengerjakan jaringan gas di Merdeka 118, gedung tertinggi ke-2 di dunia yang ada di pusat Kota Kuala Lumpur.

Tukang-tukang asal Indonesia sejak dulu memang banyak yang terlibat dalam pembangunan di Malaysia, termasuk dalam pembangunan proyek-proyek besar seperti jalan tol (Lebuhraya) Malaysia, Menara Kembar Petronas, pembangunan pusat pemerintahan Putrajaya, hingga yang baru tentu pembangunan menara Merdeka 118.

Danang sendiri lebih sering bekerja berkeliling di Semenanjung, sesuai dengan proyek yang diperoleh, dan kebanyakan pekerjaan luar ruang membuat jaringan pipa.

Mereka yang Rentan

Meski demikian, kebanyakan pekerja migran Indonesia yang dapat merasakan gaji sebenarnya adalah mereka yang memiliki izin kerja. Mereka menandatangani kontrak kerja sehingga memiliki posisi tawar kuat dengan perusahaan atau majikan.

Adapun mereka yang masuk dan kemudian bekerja secara ilegal tanpa memiliki izin kerja yang sah, harus rela jika diupah rendah. Terkadang tidak berbeda jumlahnya dengan gaji yang diterima di Indonesia.

Dengan harga kebutuhan hidup harian yang lebih tinggi dengan di Jakarta, gaji sebesar RM750 atau sekitar Rp2,7 juta per bulan tentu tidak mencukupi untuk hidup layak di Malaysia.

Tag
Share