Seribu Hari Pertama Jadi Periode Emas Tumbuh Kembang Anak
Ilustrasi orang tua memberi makan anak. (ANTARA/Pexels/Jep Gambardella)--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- dr. Cut Nurul Hafifah, SpA(K), anggota Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI, menegaskan bahwa seribu hari pertama kehidupan merupakan periode emas yang sangat rentan untuk tumbuh kembang anak.
Periode ini mencakup masa kehamilan hingga tahun pertama dan dua tahun kehidupan anak, di mana terjadi perkembangan pesat pada otak, sel saraf, dan pertumbuhan fisik.
"Seribu hari pertama kehidupan adalah periode yang sangat rentan. Di sini, pertumbuhan dan perkembangan terjadi dengan cepat, mulai dari dalam kandungan selama 270 hari, kemudian ditambah tahun pertama dan tahun kedua, sehingga totalnya mencapai seribu hari," ujar dr. Nurul saat diskusi daring di Jakarta.
Menurutnya, selama dua tahun pertama, mielinisasi dan pembentukan sel saraf mencapai puncaknya.
Oleh karena itu, gangguan pada periode ini, baik selama kehamilan maupun setelah lahir, dapat memengaruhi potensi kecerdasan dan pertumbuhan anak di masa depan.
Perkembangan janin selama masa kandungan sangat tergantung pada kesehatan ibu, asupan nutrisi, dan kondisi lingkungan dalam rahim.
Selain itu, kesehatan dan nutrisi ibu berkontribusi terhadap 30 persen tinggi badan anak di masa dewasa.
"Faktor yang mempengaruhi adalah lingkungan di dalam rahim, termasuk suplai makanan dari ibu ke janin dan kondisi plasenta. Penyakit atau malnutrisi yang dialami ibu juga memengaruhi perkembangan janin, termasuk adanya faktor genetik yang dapat memengaruhi pertumbuhannya," ungkapnya.
Setelah lahir, dua tahun pertama kehidupan dapat menentukan 15 persen dari tinggi badan anak dewasa, dengan nutrisi, kesehatan, dan imunisasi sebagai faktor utama.
Oleh karena itu, pemerintah telah mencanangkan screening untuk hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir, mengingat peran hormon tiroid yang krusial dalam metabolisme, penambahan berat badan, dan perkembangan kognitif.
Dokter Nurul menekankan bahwa banyak orang keliru menganggap genetik sebagai faktor utama yang menyebabkan pendeknya tinggi badan orang Indonesia.
Namun, selama seribu hari pertama kehidupan, nutrisi dan kesehatan anak memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap potensi pertumbuhan dibandingkan faktor genetik. (*)