Psikolog Kemukakan Faktor-Faktor Pemicu Fenomena Efek Lipstik
Seorang warga melihat barang-barang di situs belanja online di Palangka Raya, Kalimantan Tengah--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Psikolog klinis Ratih Ibrahim dari Universitas Indonesia menjelaskan faktor-faktor yang memicu fenomena Efek Lipstik, yaitu kecenderungan konsumen untuk membeli barang-barang kecil yang menyenangkan, seperti lipstik premium, meskipun kondisi ekonomi sedang tidak baik dan anggaran mereka terbatas.
Dalam wawancara dengan ANTARA pada Rabu (30/10) malam, Ratih menyatakan bahwa fenomena ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi, emosional, dan sosial budaya yang saling terkait.
“Ketika seseorang merasa kesulitan dalam hidup, mereka cenderung berusaha menyenangkan diri dengan cara membeli barang-barang kecil, sehingga mendapatkan pujian dari orang lain,” ujarnya.
Membeli barang-barang mewah dengan harga terjangkau atau saat diskon juga merupakan bentuk pembelian yang berlandaskan emosi.
Dalam konteks saat ini, keputusan untuk membeli barang-barang mewah kecil di tengah kesulitan ekonomi sering dipengaruhi oleh konten dari para influencer yang menunjukkan gaya hidup mewah.
Ratih, yang juga Direktur Personal Growth, menambahkan bahwa pembelian barang-barang tersebut bisa menjadi bentuk penolakan terhadap realitas kehidupan.
“Ini merupakan manifestasi dari ilusi kendali, di mana seseorang berusaha meyakinkan diri mereka bahwa mereka memiliki kendali atas hidup mereka, padahal sebenarnya tidak,” jelasnya.
Kondisi tersebut, menurut Ratih, dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental.
“Pelarian dari kenyataan ini bisa mempengaruhi kesehatan mental, karena saat menghadapi kenyataan, dampaknya bisa sangat menyakitkan,” katanya.
Oleh karena itu, penting bagi individu untuk menyadari kebiasaan membeli barang-barang yang tidak terlalu diperlukan dan berusaha untuk menghindarinya.
Ratih merekomendasikan agar orang-orang menetapkan anggaran belanja yang ketat dan menghindari melihat aplikasi belanja untuk menahan hasrat konsumsi yang tidak perlu, yang dapat berujung pada jebakan utang. (*)