Gunung Sritex
Oleh : Dahlan Iskan--
"Peradi yang mana?" tanya saya melihat banyaknya organisasi pengacara sekarang ini.
"Peradi yang asli ....hahaha," guraunya.
"Ini momentum bagi Mahkamah Agung untuk menunjukkan bahwa hakim bukanlah hanya sebagai corong undang-undang," katanya. "Hakim harus juga bisa menemukan hukum yang berkeadilan dan tentunya yang dapat memberikan manfaat seluas-luasnya".
Maka saya sendiri, yang bukan ahli hukum, membayangkan terbitnya putusan kasasi model baru. Yang intinya "Menerima kasasi Sritex tapi juga menjatuhkan hukuman pada Sritex untuk kembali memenuhi perjanjian homologasinya".
Putusan seperti itu, saya pikir, tidak merugikan PT Indo Bharat. Perusahaan India pemasok bahan baku Sritex itu punya tagihan Rp 60 miliar. Indo Bharat memasok rayon.
Seperti juga kreditur lain, Indo Bharat sudah sepakat homologasi. Utang itu dicicil selama 12 tahun. Tapi di tengah jalan Sritex menghentikan cicilan. Alasannya: Indo Bharat sudah mengasuransikan tagihannya itu.
Indo Bharat pun menggugat pailit. Homologasi telah menghindarkan Sritex dari gugatan pailit yang pertama, tapi pelanggaran atas homologasi membuatnya diputuskan pailit.
Kalau MA memutuskan agar Sritex kembali menaati homologasi tentu selesai. Pembayaran cicilan untuk Indo Bharat kembali lancar. Termasuk tunggakan beberapa bulan harus juga dibayarkan.
Kalau saja ada putusan cepat mahkamah agung seperti itu, Sritex selamat. Hukum juga tegak tanpa harus ada intervensi dari kekuasaan dari eksekutif. Intinya: Sritex bisa selamat, dan utang-utang terbayar sesuai dengan homologasi.
Lalu apa pekerjaan empat menteri yang mendapat tugas menyelamatkan Sritex?
Jangan khawatir: masih banyak pekerjaan. Terutama menjaga Sritex agar tetap hidup lebih lama. Tidak hanya Sritex. Juga '’sritex-sritex'’ yang lain.
Masalah Sritex bukanlah hanya soal besarnya utang (Rp 16 triliun) yang tidak mampu dibayar tepat waktu. Menurut perhitungan saya, utang Rp 16 triliun bagi Sritex tidaklah terlalu besar. Aset Sritex bisa bernilai Rp 30 triliun.
Sritex pun akan bisa membayar utang itu tepat waktu. Yang membuat tidak bisa membayar adalah iklim usaha. Sritex --dan sritex-sritex yang lain-- harus bersaing dengan tekstil impor ilegal. Atau juga impor tekstil dengan sistem borongan di bea cukai pelabuhan.
Ini gunung es yang membuat sritex-sritex Indonesia beku. Gunung es itu begitu besar dan tinggi. Lebih tinggi dan lebih besar dari ukuran empat menteri digabung jadi satu.(Dahlan Iskan)