Transformasi Bulog Tingkatkan Fungsi Stabilisasi Pangan

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan saat menghadiri rembuk tani di Lampung --

LAMPUNG, JAMBIEKSPRES.CO– Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengatakan bahwa transformasi Perum Bulog menjadi badan otonom yang langsung berada di bawah Presiden dilakukan untuk meningkatkan fungsi stabilisasi pangan nasional.

"Seperti yang sering dikatakan oleh para petani, saat panen padi atau jagung, harga komoditas tersebut sering turun drastis. Oleh karena itu, diperlukan langkah stabilisasi pangan, dan Bulog adalah lembaga yang dapat melakukan hal itu," ujar Zulkifli Hasan di Lampung Selatan, Minggu.

Ia menjelaskan bahwa transformasi Bulog menjadi badan otonom di bawah Presiden adalah langkah tepat untuk meningkatkan fungsi stabilisasi pangan.

"Memang banyak hal yang perlu dibenahi terkait dengan harga jagung dan padi yang seringkali jatuh drastis saat panen. Kami sedang bekerja keras untuk menanggulangi masalah ini dengan mengembalikan fungsi stabilisasi Bulog, sehingga Bulog dapat membeli lebih banyak hasil panen dari petani," kata Zulkifli.

Dia berharap, dengan perubahan fungsi tersebut, Bulog dapat menampung hasil panen petani, sehingga harga jagung dan gabah petani tidak melonjak terlalu tinggi.

Tanggapan Petani tentang Harga Jagung

Sementara itu, Ketua Gabungan Kelompok Tani Babatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan, Sukma, memberikan tanggapan mengenai kenaikan harga jagung yang tidak sesuai dengan hasil panen yang terserap.

"Yang disayangkan oleh petani kali ini adalah harga jagung sangat murah, bahkan di bawah Rp5.000 per kilogram untuk jagung kering," ujar Sukma.

Ia menjelaskan bahwa untuk jagung yang belum dikeringkan, harga saat ini berkisar antara Rp2.700 hingga Rp3.500 per kilogram.

"Harga sebelumnya itu sekitar Rp5.200 per kilogram untuk jagung kering dengan kadar air 16%. Namun, untuk mengeringkan jagung, kami harus menggunakan jasa tambahan. Biaya produksi dari menanam hingga panen bisa mencapai Rp9 juta," tambahnya.

Dengan produksi normal sekitar 6 hingga 7,5 ton jagung basah, penghasilan yang didapat petani bisa mencapai sekitar Rp25 juta.

"Yang kami harapkan adalah adanya bantuan dari pemerintah untuk menstabilkan harga jagung. Saat ini, petani cukup merugi dengan biaya produksi yang tinggi, sementara harga jualnya murah dan kadang tidak terserap dengan baik," pungkas Sukma. (*)

Tag
Share