Siap Direlokasi, Berharap Kehidupan yang Lebih Baik
EVAKUASI: Warga Desa Klantanlo, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengevakuasi barang elektronik dan barang rumah tangga usai erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki. FOTO: ANTARA/GECIO VIANA --
"Lalu saya keluar ke dapur, batu besar hantam pintu dapur, daun pintu terpental kena saya dan listrik malam itu langsung padam," ungkapnya.
Petrus merasa malam itu bak akhir dari dunia, alam menunjukkan kedigdayaannya. Warga desa berlarian ke luar rumah, sebagian warga bertahan dalam rumah mendaraskan doa dan harap agar bencana dahsyat itu segera berlalu.
Ia bersama keluarga serta warga menyelamatkan diri ke wilayah jalan utama yang berjarak cukup jauh dari kaki gunung.
Peristiwa yang 'mengerikan' itu memukul mental warga desa, trauma mendalam dialami seluruh warga. Belum habis Petrus kalang kabut, ia mendapatkan kabar bibi, paman dan empat anggota keluarganya tewas tertimbun dalam satu rumah yang roboh akibat dihantam batu pijar.
Suara serak yang dimiliki Petrus seakan tertahan di tenggorokan. Matanya berlinang air mata saat menyebut sebanyak enam dari sembilan korban jiwa dari Desa Klatanlo merupakan keluarga dekatnya.
Seperti luka menganga dan terus disayat-sayat, ia juga melihat langsung proses evakuasi tim gabungan yang berjalan dramatis. Perihnya kejadian itu harus ia jalani penuh rasa tanggung jawab. Pada Senin paginya ia bersama personel TNI dan pemerintah setempat menguburkan seluruh korban.
Usai mengurus pemakaman warga-warganya yang tewas akibat erupsi, sebagai kepala desa Petrus pun melanjutkan tanggung jawabnya mengurus evakuasi 257 kepala keluarga atau sekitar 1.300 warga desanya untuk mengungsi ke lokasi yang lebih aman.
Harapan Pengungsi
Pemerintah Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat hingga 22 November 2024 pukul 20.00 WITA, total korban terdampak erupsi mencapai 12.962 jiwa, dan tersebar di enam pos lapangan. Rinciannya, sebanyak 7.363 jiwa menempati posko, dan 5.599 jiwa lainnya secara mandiri menempati rumah warga atau keluarga dan berstatus pengungsi mandiri.
Tiga minggu sudah penyintas erupsi Gunung Lewotobi dari beberapa desa di Kecamatan Titihena dan Wulanggitang harus terpisah dari kehidupan kampung karena aktivitas gunung api yang masih terus erupsi. Trauma psikis dan kerugian materiel melengkapi peliknya hidup sebagai penyintas erupsi.
Harapan warga untuk kehidupan yang lebih baik, nyaman dan aman dari ancaman erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki terbuka melalui konsep relokasi. Pemerintah meminta warga yang bermukim dalam radius tujuh kilometer dari puncak gunung untuk menempati lahan yang akan disiapkan.
Program ini disambut baik para penyintas erupsi. Petrus menjelaskan mayoritas warganya setuju dengan keputusan relokasi demi keselamatan, walaupun terasa berat meninggalkan kehidupan di kaki gunung.
Saat ini, ia berkantor sementara di bawah terpal yang dinaungi pohon jambu di Desa Lewolaga, Kecamatan Titihena. Kantor desa darurat itu berada di depan rumah kerabatnya yang bersedia menerima Petrus sebagai pengungsi mandiri.
Setiap hari, silih berganti warga mengantarkan formulir pernyataan bersedia untuk direlokasi oleh pemerintah.
Warga desa menginginkan agar titik relokasi tidak jauh dari perkampungan lamanya. Sebab, mayoritas warga merupakan masyarakat agraris yang menggantungkan hidup dari sektor pertanian dan peternakan.