Studi Ukur Kesiapan Masyarakat Indonesia Adopsi AI
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria saat wawancara cegat di Yogyakarta--
YOGYAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) tengah menyiapkan studi untuk mendiagnostik atau mengukur kesiapan masyarakat di Indonesia mengadopsi kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence/AI) sebagai solusi baru untuk menyelesaikan persoalan yang ditemui di beragam sektor industri.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengatakan bahwa studi tersebut merupakan kelanjutan dari hasil pengukuran Readiness Assessment Method (RAM) AI dari UNESCO di Indonesia beberapa waktu lalu.
"Ini (diagnostik kesiapan adopsi AI) kelanjutan dari RAM AI, jadi akan ada serial dialog dengan stakeholders, antara lain dengan pelaku industri, perusahaan teknologi, organisasi masyarakat, akademisi, dan semua pihak kita ajak bicara," kata Nezar di Yogyakarta.
Nezar mengatakan, bersamaan dengan itu, nantinya aturan khusus yang lebih mengikat mengenai adopsi AI juga akan dikaji sehingga tata kelola AI di Indonesia dapat lebih efisien.
Saat ini, kajian tersebut dilakukan untuk menentukan instrumen hukum mana yang paling sesuai untuk mengatur tata kelola adopsi AI baik di masyarakat maupun industri.
"Kita sedang menimbang apakah akan dalam bentuk Peraturan Menteri atau Peraturan Pemerintah, atau bahkan Peraturan Presiden," tutupnya.
Sebelumnya, terkait dengan pengukuran RAM AI di Indonesia, UNESCO melakukan pengukuran RAM AI mulai Mei 2024, dan hasilnya diumumkan pada Oktober 2024.
RAM AI merupakan alat pengukuran kesiapan suatu negara untuk mengadopsi AI secara etis dan bertanggung jawab yang dikembangkan oleh UNESCO. Di tingkat regional Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara pertama yang menyelesaikan RAM AI dari UNESCO.
Pengukuran tersebut menyoroti beberapa area penting, termasuk dampak sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh teknologi AI di Indonesia.
Di antaranya, kekhawatiran utama terkait pergeseran lapangan kerja, terutama di daerah pedesaan, sementara masyarakat perkotaan lebih menekankan pentingnya adopsi AI yang etis dan bertanggung jawab.
Laporan ini juga menyoroti kesenjangan akses informasi yang berpotensi memperkuat bias dan diskriminasi, serta mencatat bahwa penelitian AI di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga, menghambat perkembangan teknologi di Indonesia.
Selain itu, terdapat rekomendasi untuk pengembangan regulasi guna memastikan tata kelola AI yang beretika sesuai dengan standar global.
Pembentukan Badan Nasional Kecerdasan Artifisial untuk memperkuat koordinasi lintas sektor juga diperlukan agar Indonesia dapat mengejar ketertinggalan di bidang AI.
Pengembangan kapasitas, terutama terkait kesetaraan akses pendidikan dan infrastruktur AI, dianggap penting untuk meningkatkan efektivitas adopsi AI di Indonesia. Secara khusus, laporan ini juga merekomendasikan agar pemanfaatan AI dapat terjadi secara inklusif dengan melibatkan peneliti dan startup di luar Pulau Jawa. (*)