MK Tak Akan Biarkan Pengaruh Dalam Putusan Hakim
Ilustrasi - Suasana di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak. ) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak. ) --
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menegaskan bahwa pihaknya tidak akan membiarkan jika ada pihak yang berupaya mengiming-imingi untuk mempengaruhi putusan hakim, terutama dalam perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota atau sengketa pilkada.
“Kalau kita biarkan, kemudian kita diamkan, nanti citra itu menjadi sebuah kebenaran, padahal belum tentu benar. Tolong, jika ada teman-teman media yang memiliki data, kami [dan] Pak Wakil [Ketua MK] bisa mengambil sikap sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Suhartoyo kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta.
Selain itu, Ketua MK juga meminta masyarakat untuk melapor kepada Mahkamah apabila ada pihak yang mengiming-imingi untuk membantu mempengaruhi putusan hakim.
“Teman wartawan bisa memberi masukan kepada MK secara kelembagaan. Jika benar, berikan datanya supaya kami dapat mengantisipasi perilaku yang sebagaimana yang dinarasikan,” ujar dia.
MK saat ini tengah menerima pendaftaran gugatan hasil Pilkada 2024. Hingga Rabu pukul 00.05 WIB, MK telah menerima sebanyak 240 permohonan yang terdiri dari dua permohonan sengketa pemilihan gubernur, 194 permohonan sengketa pemilihan bupati, dan 44 sengketa pemilihan wali kota.
Jumlah tersebut masih akan terus bertambah karena batas pendaftaran di tiap daerah dapat berbeda-beda, sesuai dengan peraturan yang berlaku, di mana pendaftaran sengketa pilkada harus dilakukan paling lambat tiga hari kerja setelah KPU setempat menetapkan hasil pemilihan.
Menurut Suhartoyo, jadwal sidang perdana sengketa Pilkada 2024 masih dalam pembahasan, tetapi kemungkinan sidang pemeriksaan pendahuluan akan digelar pada awal Januari 2025.
Sidang pemeriksaan perkara akan dilakukan dengan metode panel, di mana tiap panel diisi oleh tiga hakim konstitusi.
“Dibagi menjadi tiga panel, kecuali ada hal-hal yang krusial, maka sidang pleno bisa dilakukan. Tapi itu hanya dalam keadaan eksepsional yang memerlukan pleno. Sidang pendahuluan, pemeriksaan, pembuktian biasanya dilakukan dengan panel,” ujarnya menjelaskan. (*)