Sistem Zonasi dalam PPDB Harus Berbasis Hak Anak
Anggota KPAI Aris Adi Leksono di sela-sela diskusi publik bertajuk "Transformasi Sistem Zonasi PPDB: Menuju Pendidikan Merata dan Inklusif"--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO–Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan pentingnya menerapkan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang berbasis pada hak anak, demi memastikan akses pendidikan yang merata dan inklusif bagi seluruh anak di Indonesia.
Anggota KPAI, Aris Adi Leksono, menyebut bahwa semua anak berhak mengakses pendidikan di semua jenjang sesuai dengan amanat Undang-Undang. Oleh karena itu, sistem zonasi harus dirancang dengan mempertimbangkan pemenuhan hak anak.
“Semua anak bisa mendapatkan akses pendidikan di semua jenjang sesuai dengan amanat Undang-Undang,” ujar Aris dalam diskusi bertema "Transformasi Sistem Zonasi PPDB: Menuju Pendidikan Merata dan Inklusif" di Jakarta.
Aris menyarankan agar pemetaan jumlah anak usia sekolah yang akan masuk ke jenjang SD, SMP, dan SMA dilakukan secara akurat sebagai langkah awal. Selanjutnya, harus dilakukan analisis daya tampung sekolah negeri di daerah tersebut. Jika sekolah negeri tidak mampu menampung semua calon peserta didik, pemerintah harus bekerja sama dengan sekolah swasta yang terstandardisasi dan memiliki dukungan dari pemerintah daerah.
BACA JUGA: Temukan Sistem PPDB Zonasi Turunkan Kesenjangan Kualitas
BACA JUGA:Mendikdasmen Ungkap Keputusan Zonasi PPDB Belum Final, Masih dalam Proses Kajian
“Kemudian berapa kesanggupan daya tampungnya -sekolah-. Kalau sekolah negeri bisa memenuhi, oke, kalau tidak sanggup, maka kolaborasi dengan sekolah swasta. Tapi swasta yang terstandardisasi, diafirmasi oleh pemda, dibantu oleh pemda,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya menyinkronkan pemetaan potensi anak dengan data kependudukan dan catatan sipil untuk memastikan akurasi dan keadilan dalam pelaksanaan PPDB. Jika orang tua tidak puas dengan pilihan sekolah yang ditentukan dalam sistem zonasi, mereka memiliki tanggung jawab untuk mencari alternatif sekolah yang sesuai dengan keinginan mereka.
Aris juga menyoroti beberapa masalah dalam penerapan sistem zonasi PPDB, seperti manipulasi data, ketidakakuratan penentuan zonasi, serta kurangnya integritas dan komitmen dari berbagai pihak yang terlibat, baik panitia PPDB maupun orang tua. Akibatnya, hal ini menimbulkan diskriminasi terhadap anak-anak lain yang berhak mendapatkan pendidikan yang sama.
“Oleh karena itu, perlu memperbaiki aspek teknis dan memastikan komitmen semua pihak yang terlibat agar pelaksanaan PPDB berjalan adil dan berbasis pada hak anak,” ujarnya.
Dengan pendekatan ini, KPAI berharap sistem zonasi PPDB dapat berjalan lebih inklusif, adil, dan tanpa diskriminasi, sehingga dapat memberikan kesempatan pendidikan yang sama kepada semua anak di Indonesia. (ant)