Delapan Sengketa Calon Tunggal Diajukan ke MK

Ilustrasi - Aparat kepolisian melakukan pengamanan di sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengungkapkan bahwa delapan sengketa hasil pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang melibatkan calon tunggal pada Pilkada 2024 telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Sengketa ini berasal dari 37 daerah yang memiliki pasangan calon tunggal pada Pilkada tahun depan.

"Delapan perkara yang kami catat ini terkait dengan calon tunggal," kata Peneliti Perludem, Ajid Fuad Muzaki, dalam diskusi daring bertajuk "Potret Awal PHP-Kada 2024" yang dipantau di Jakarta.

Ajid merinci bahwa sengketa tersebut tersebar di tujuh daerah dengan calon tunggal yang menghadapi kotak kosong pada Pilkada 2024. Kabupaten Empat Lawang tercatat mengajukan dua perkara, sedangkan Gresik, Kota Tarakan, Bintan, Pasangkayu, Ogan Ilir, dan Nias Utara masing-masing satu perkara sengketa.

BACA JUGA:Perludem Usulkan Revisi UU Pemilu dalam Prolegnas DPR

BACA JUGA:Perludem Dorong Parpol Beri Ruang Lebih untuk Cakada Perempuan

Dia menambahkan, sengketa-sengketa ini diajukan oleh masyarakat maupun lembaga pemantau. Hal ini mencerminkan adanya ketidakpuasan terhadap sistem Pilkada yang dianggap tidak inklusif atau tidak memberikan ruang yang cukup bagi partisipasi masyarakat.

“Walaupun calon tunggal dianggap kuat, ada kelompok yang merasa dirugikan oleh proses Pilkada yang tidak adil atau tidak representatif bagi semua pihak,” ujar Ajid.

Ajid juga mencatat bahwa jumlah perkara sengketa Pilkada yang diajukan ke MK oleh pasangan calon jauh lebih banyak. Dari total 312 permohonan sengketa yang masuk ke MK per 20 Desember 2023, sebanyak 287 perkara (91,99 persen) diajukan oleh pasangan calon.

"Hal ini menunjukkan bahwa peserta Pilkada memanfaatkan mekanisme hukum yang tersedia, sekaligus mencerminkan tingginya kompetisi politik di berbagai daerah," ucapnya.

Sementara itu, permohonan sengketa yang diajukan oleh masyarakat mencapai 16 perkara (5,45 persen), dan oleh lembaga pemantau sebanyak delapan perkara (2,56 persen). Meskipun jumlahnya lebih sedikit, Ajid menilai ini menunjukkan adanya keterlibatan publik dalam pengawasan Pilkada, meskipun mayoritas sengketa berasal dari aktor politik utama.

Ajid juga menekankan bahwa meskipun calon tunggal sering dianggap tidak menimbulkan tantangan berarti, fenomena ini membuka ruang bagi pengawasan yang lebih ketat dari masyarakat dan lembaga pemantau. Masyarakat yang merasa proses pemilihan kurang terbuka dan adil tidak ragu untuk mengajukan permohonan sengketa.

Pendaftaran sengketa Pilkada 2024 ini menjadi gambaran bahwa meskipun hanya ada satu pasangan calon, ketidakpuasan terhadap mekanisme politik tetap ada. Keterbukaan proses demokrasi dan ruang untuk partisipasi menjadi isu penting yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan Pilkada yang lebih adil dan inklusif.

Secara keseluruhan, tercatat ada 312 permohonan sengketa Pilkada 2024 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi per Jumat (20/12) pukul 16.00 WIB. Hal ini menunjukkan pentingnya aksesibilitas terhadap mekanisme hukum bagi para pihak yang merasa dirugikan dalam proses Pemilu dan Pilkada. (ant)

Tag
Share