Kisah Duka dan Kebangkitan dari Reruntuhan
Arsip foto Warga melintasi puing bangunan rumah yang hancur akbiat dihantam banjir lahar dingin Gunung Marapi di Desa Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam--
Bencana Alam yang Menyisakan Luka di Tahun 2024
Tahun 2024 menjadi saksi pilu bagi lebih dari 5,6 juta warga Indonesia yang merasakan langsung dampak bencana alam yang datang tanpa ampun. Dalam sekejap, harta benda yang telah susah payah dikumpulkan hancur lebur, dan nyawa pun melayang, meninggalkan duka yang mendalam bagi keluarga dan komunitas.
--------------------
SEPANJANG tahun ini, Indonesia dilanda hampir 2.000 bencana alam, mencatatkan lebih dari 469 korban jiwa, puluhan ribu rumah rusak, dan kerugian tak terhingga. Banjir, tanah longsor, angin puting beliung, gempa bumi, hingga erupsi gunung api, datang bertubi-tubi, merenggut kedamaian dan merusak tatanan kehidupan.
Dari wilayah pesisir hingga pedalaman, dampak kerusakan yang ditimbulkan sangat luas, merambah ke setiap sendi kehidupan.
Namun, di balik deretan angka statistik yang menggambarkan kerusakan, ada kisah nyata tentang perjuangan para korban yang harus bangkit dari reruntuhan dan melanjutkan hidup dalam situasi yang penuh ketidakpastian. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sepanjang 2024, setidaknya 1.942 kali bencana alam terjadi, dengan dampak yang tak hanya merusak rumah dan fasilitas publik, tetapi juga merenggut harapan mereka yang terdampak.
BACA JUGA:Pj Bupati Muaro Jambi Bachyuni Serahkan Bantuan Korban Bencana Alam
BACA JUGA:Pendidikan Aman Bencana Tingkatkan Resiliensi Siswa
Kehilangan yang Membekas
Bencana tidak hanya menghancurkan bangunan dan infrastruktur, tetapi juga memusnahkan kehidupan yang telah lama dibangun. Para petani, nelayan, dan pengusaha tambak yang terpaksa kehilangan mata pencaharian akibat rusaknya ribuan hektare ladang dan tambak ikan.
Mereka yang sebelumnya dapat menghidupi keluarga dengan jerih payah, kini terpaksa mengungsi ke tempat yang tak mereka kenal. Hasil bumi yang biasanya menjadi tumpuan hidup, kini hanya menjadi kenangan pahit yang sulit untuk dilupakan.
Di balik kesulitan ini, masyarakat Indonesia berjuang untuk kembali berdiri. Banjir yang melanda Kabupaten Demak pada Februari 2024 merusak sawah seluas 26.998 hektare, menggagalkan panen petani dan memaksa 71 ribu orang mengungsi.
Di kawasan lain, seperti di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki pada Januari dan November 2024 memaksa ribuan orang tinggal di pengungsian, menanti dengan was-was kapan bencana datang kembali.
Setiap bencana meninggalkan luka yang mendalam, baik secara fisik maupun mental. Namun, tahun 2024 juga menunjukkan bagaimana ketahanan masyarakat diuji. Meskipun peringatan dari pihak berwenang sudah disampaikan, seperti saat terjadi tanah longsor di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan pada Februari 2024, banyak warga yang terjebak dalam bencana. Hujan deras yang mengguyur menyebabkan longsoran tanah yang memporak-porandakan 15 motor dan dua mobil, menewaskan lima orang. Warga yang sebelumnya sudah mendapat imbauan untuk menghindari kawasan perbukitan malah berkerumun di sana, tidak menyadari bahaya yang mengintai.