Wulan Malam
Oleh : Dahlan Iskan--
Di antara begitu banyak media yang menulis soal ini, saya memilih tulisan Fathurrahman yang paling baik. Ia wartawan Radar Bogor.
Tadi malam saya minta tolong Fathur untuk ke rumah orang tua Wulan. Saya ingin wartawan masih mau meliput sampai ke rumah korban. Belum ada wartawan yang meliput sampai ke ruko atau cottage Nirmala.
Ketika Fathur tiba di rumah Wulan hujan lagi turun. Bogor selalu hujan di musim seperti ini.
Fathur belum bisa langsung wawancara. Masih ada tahlilan.
Fathur masih bujang. Baru 1,5 tahun jadi wartawan. Ia alumni komunikasi dan penyiaran Islam di Universitas Ibnu Khaldun Bogor.
Selesai tahlilan Fathur ngobrol dengan ayah-ibu Wulan. Mereka bercerita Wulan itu anak manja. Sehari sebelum tewas makan saja minta disuapi ibunya. Dia juga tidak mau makan kalau tidak disediakan di meja.
Rumah itu dalam gang yang sangat sempit, kelok-kelok dan naik turun. Rumah orang tua Wulan hanya selebar 3,5 meter. Sang ayah memang kerja serabutan, termasuk sering jadi tukang parkir.
Wulan, tamatan SMA di swasta di Bogor, awalnya kerja di toko baju. Lalu di resto mi udon. Pindah lagi ke Transmart. Tidak lama. Transmart tutup. Ia nganggur. Alunglah yang mencarikan kerja berikutnya: di karaoke dekat ruko yang ia jaga.
Sekalian Alung bisa mengawasi Wulan dari dekat. Wulan tidak boleh punya teman laki-laki. Di HP pun tidak boleh punya nomor laki-laki kecuali ayahnyi dan Alung. Ia sering periksa HP Wulan.
Wulan jenis wanita yang tidak suka laki-laki seperti itu. Tapi dia juga takut pada Alung.
Di tengah hiruk pikuk politik, asmara masih minta bagian perhatian. (Dahlan Iskan)