Hamas Tak Akan Bebaskan Tentara Israel
Jika Perang Gaza Tak Berakhir
GAZA CITY-Kelompok pejuang Palestina, Hamas, menyatakan tidak akan membebaskan tentara dan mantan tentara Israel yang hingga kini masih disandera, jika perang di Jalur Gaza tak berakhir.
“Tidak ada negosiasi yang berlangsung mengenai hal ini sampai perang di Jalur Gaza benar-benar berhenti,” kata wakil kepala biro politik Hamas, Saleh Al-Arouri, dalam pernyataan melalui Telegram, Sabtu (2/12).
Hamas secara konsisten menyatakan kesiapannya untuk membebaskan warga negara asing yang disandera tanpa menuntut pertukaran dengan tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel, ujar dia.
Al-Arouri juga menekankan bahwa Hamas menjamin bahwa anak-anak dan perempuan Israel yang disandera tidak akan dianiaya dan akan dibebaskan.
Pada Jumat (1/12), Israel melanjutkan serangannya ke Gaza setelah mengumumkan berakhirnya jeda kemanusiaan yang berlangsung selama sepekan.
Israel juga melarang truk-truk pembawa bantuan memasuki Jalur Gaza melalui perbatasan Rafah di Mesir.
Hamas menganggap Israel bertanggung jawab atas tidak diperpanjangnya jeda kemanusiaan di Gaza, karena tidak menyambut secara positif tawaran yang diberikan oleh para mediator.
“Penjajah Israel terus mengulangi klaim palsunya mengenai pembenaran untuk melanjutkan perang agresif terhadap rakyat kami,” kata anggota biro politik Hamas Izzat Al-Rishq.
Menurut Al-Rishq, Israel menyebarkan narasi tak berdasar, termasuk tuduhan peluncuran rudal dari Jalur Gaza dan klaim tak berdasar lainnya.
Dia mencatat bahwa narasi pendudukan mirip Nazi karena melanggar perjanjian jeda bertujuan untuk menutupi niat jahat Israel untuk melanjutkan serangan brutal terhadap warga sipil yang tidak bersalah.
Sedikitnya 193 warga Palestina tewas dan 652 orang terluka akibat serangan udara Israel sejak Jumat, menurut data kementerian kesehatan Gaza.
di bagian lain, Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva menilai berlanjutnya pertempuran di Gaza antara Israel dan kelompok pejuang Palestina, Hamas, disebabkan karena kegagalan Dewan Keamanan PBB dalam menghasilkan keputusan yang bisa dihormati semua pihak.
Dia mengkritisi kurangnya "kewarasan dan otoritas" DK PBB dalam merespons konflik di Gaza.