Inovasi Teknologi Medis Diharapkan Dukung Penanganan Kusta di Indonesia

Ilustrasi siku, salah satu bagian tubuh yang umumnya menjadi lokasi bercak putih kusta. --
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO–Penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, dan upaya penanggulangannya memerlukan dukungan teknologi medis yang lebih canggih.
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis, Luh Karunia Wahyuni, mengungkapkan bahwa riset dan pengembangan produk medis massal untuk kusta di Indonesia menjadi hal yang sangat dibutuhkan, mengingat pengobatan dan rehabilitasi untuk penyakit ini membutuhkan perhatian khusus.
Dalam webinar yang diadakan pada Selasa (4/2) dengan tema Potensi Teknologi dalam Meningkatkan Kemandirian Pasien Kusta, Dr. Luh menjelaskan pentingnya menghadirkan produk berbasis teknologi yang bisa diterapkan secara luas.
Hal ini bertujuan untuk mendukung upaya rehabilitasi pasien kusta di Indonesia.
BACA JUGA:Pelayanan Puskesmas Tempino, Disesali Bupati Tenaga Medis Minim
BACA JUGA:Diduga Gizi Buruk, Faried Pastikan Balita Akan Mendapatkan Layanan Medis
“Menjadi tantangan bagi kita semua bagaimana mengubah riset teknologi medis yang canggih menjadi produk yang dapat digunakan oleh masyarakat secara luas. India sudah menunjukkan bagaimana mereka berhasil mengembangkan teknologi untuk penanganan kusta dengan menerjemahkannya ke dalam produk yang dapat diakses secara massal,” jelas Dr. Luh.
Penyakit kusta yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae membutuhkan pengobatan tuntas, baik pada tahap infeksi maupun rehabilitasi pasca-penyembuhan.
Dengan teknologi yang tepat, dampak sekunder dari penyakit ini, seperti kerusakan pada anggota tubuh, bisa diminimalisir. Bahkan, pasien bisa kembali menjalani aktivitas sehari-hari secara normal.
Salah satu produk inovatif yang tengah dikembangkan adalah alat bantu medis seperti kaki palsu dengan teknologi robotik, yang diharapkan bisa mengembalikan fungsi sensorik dan motorik bagi pasien.
Dengan teknologi ini, pasien kusta yang mengalami kerusakan fisik akibat penyakitnya dapat lebih mandiri.
Namun, Dr. Luh juga menyoroti bahwa tantangan terbesar adalah bagaimana mengadaptasi teknologi canggih ini agar bisa digunakan secara masal.
Ia berharap Indonesia bisa mengikuti jejak negara seperti India, yang berhasil memproduksi produk medis yang dapat dijangkau dan dimanfaatkan oleh penderita kusta di seluruh wilayah, termasuk daerah-daerah dengan tingkat penularan tinggi.
Selain itu, masalah stigma sosial terhadap penderita kusta masih menjadi hambatan dalam akses layanan kesehatan.