Produk Hilirisasi Batu Bara Perlu Dioptimalkan, Ini Alasannya

Merujuk pada data cadangan batu bara dari Kementerian ESDM, lanjut Ezra, jika produksi diasumsikan 700 juta ton per tahun, maka cadangan batu bara baru akan habis 47-50 tahun ke depan.

 

Kalau dipakai sendiri untuk kebutuhan dalam negeri yang diproyeksi 200 jutaan per tahun dengan kalkulasi tren peningkatan EV, umur cadangan batu bara bisa sampai 150 tahun.

“Jadi masih panjang dan kalau kita lihat 2060 NZE, berarti saat itu masih ada batu bara yang banyak. Nah ini mau diapakan,” kata Ezra.

Senior Vice President Pengembangan Batu Bara PT PLN Energi Primer Indonesia Eko Yuniarto, berharap ada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) baru yang akan merevisi terkait target NZE.

“RUPTL yang akan diluncurkan adalah tidak adanya pembangunan PLTU yang baru betul-betul meng-utilize PLTU yang ada secara ekonomis,” kata Eko.

Batubara dari source of energy primernya 67 persen berkontribusi terhadap kelistrikan di Indonesia. Selain itu, ada gas sebesar 30 persen dan sisanya adalah panas bumi, PLTA dan biomassa.

“Sampai 10 tahun ke depan masih di atas 60 persen. Secara umum sampai kuartal III masih didominasi 237 MW kurang lebih porsi batu bara masih 67 persen, lainnya 17 persen, panas bumi 12 persen. Dari sisi historical 2018-2022 masih 62 persen, jadi batu bara terus tumbuh,” ungkap Eko.

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Keenergian ITB, Retno Gumilang Dewi mengatakan Indonesia sebagai negara berkembang sulit mencapai NZE pada 2050. Setelah negosiasi antar kementerian, akhir disepakati bahwa pada 2060 boleh disisakan 129 juta ton CO2.

“Dari sektor energi dari 129 juta CO2, nampaknya Kementerian ESDM optimistis pada 2060 emisinya bisa nol,” kata dia.

Menurut Retno, pekerjaan rumah dari keyakinan tersebut tidak murah, harus investasi untuk menuju low carbon. Jangan sampai dekarbonisasi menjadi beban dan malah menurunkan laju perekonomian. (ant)

Tag
Share