Investigasi Perkumpulan Hijau, 29 Perusahaan Sawit Tak Miliki HGU dan 855 Ribu Ha Dikelola Tanpa Legalitas

KELAPA SAWIT: Salah satu lokasi perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi. Sawit menjadi primadona dan sangat banyak ditanam di Jambi.--

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO-Usaha perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi sepertinya perlu banyak berbenah.

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh Perkumpulan Hijau (PH), ditemukan data yang cukup mencengangkan.

Dari 204 perusahaan perkebunan sawit di Provinsi Jambi terdapat 202 Izin lokasi dengan luasan 1.394.025,48 hr.

Dari total luasan tersebut, terdapat 2 lokasi yang tidak memiliki izin lokasi dan  29 lokasi yang tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dengan total luasan sekitar 855.149,29 ha.

Fakta mengejutkan ini didapatkan PH Jambi setelah menelusuri data 'Laporan Pengembangan Perkebunan, Perusahaan sawit di Porovinsi Jambi.

Ini jelas mencerminkan lemahnya pengawasan dan potensi pelanggaran besar dalam tata kelola perkebunan sawit di Jambi.

Direktur Perkumpulan Hijau,  Feri Irawan mengatakan, dari total 202 izin lokasi sawit yang beroperasi di 10 kabupaten/kota di Provinsi Jambi, terdapat 29 lokasi yang tidak memiliki HGU. 

‘’Sisanya masih beroperasi tanpa dokumen HGU, tetapi tetap menikmati hasil dari perkebunan mereka,’’ ujar mantan Direktur Walhi Jambi itu.

Feri menegaskan, banyaknya perusahaan yang beroperasi tanpa HGU merupakan bentuk penyimpangan hukum yang serius. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin ratusan ribu hektare lahan dikelola tanpa legalitas yang jelas.

"Ini sebuah penyimpangan, seharusnya hal-hal seperti ini tidak boleh terjadi, jika kita memiliki kesadaran hukum yang baik," tegasnya.

HGU merupakan izin resmi yang dikeluarkan oleh negara untuk mengelola lahan dalam jangka waktu tertentu. Tanpa HGU, perusahaan tidak memiliki dasar hukum yang sah dalam menguasai dan mengelola lahan perkebunan. Keberadaan perusahaan tanpa HGU ini menimbulkan berbagai dugaan, mulai dari praktik ilegal, perambahan hutan, hingga potensi korupsi dalam pengelolaan perizinan.

Tak hanya soal perizinan, Feri Irawan juga menyoroti rendahnya kepatuhan perusahaan dalam memenuhi kewajiban membangun kebun plasma untuk masyarakat. Dari 204 Perusahaan sawit, hanya beberapa perusahaan yang telah memenuhi kewajiban ini. 

"Seharusnya perusahaan tidak hanya mengambil keuntungan, tetapi juga memastikan masyarakat mendapatkan manfaat dari industri ini. Namun, faktanya kewajiban ini banyak diabaikan," tambah Feri.

Ketidaksesuaian ini memicu ketidakadilan bagi masyarakat sekitar yang seharusnya mendapatkan manfaat ekonomi dari perkebunan sawit. Perusahaan yang mengabaikan kewajiban ini berpotensi melanggar peraturan pemerintah no 18 tahun 2021, yang mewajibkan perusahaan sawit menyediakan minimal 20 persen dari total lahan mereka untuk masyarakat.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan