Pusaka Budaya, Jika Ingin Bertahan Harus Mampu Berubah
BERDANDAN: Astri (45) salah seorang pemain ketoprak tobong Kelana Bhakti Budaya berdandan saat hendak pentas. --
Ketoprak Tobong Bertahan di Simpang Zaman
KETOPRAK tobong atau pertunjukan ketoprak yang berpindah-pindah dari komunitas ketoprak Kelana Bhakti Budaya itu kembali tampil secara reguler dari sebelumnya disiarkan daring sebagai upaya untuk melestarikan kesenian rakyat.
DI sebuah kamar sempit berdinding gedhek atau anyaman bambu yang usianya mungkin setua cerita-cerita yang pernah dipentaskan, sorot mata Astri (45) menatap cermin kecil.
Cermin itu memantulkan raut wajahnya yang tengah ia poles perlahan di bawah cahaya lampu bohlam yang menggantung redup.
Tangan Astri menyapu bedak dengan ragu tapi tekun, lalu mengguratkan pensil alis hitam mengikuti lekuk alisnya sendiri.
Setiap sentuhan adalah persiapan, bukan semata riasan, tapi semacam doa agar bisa menyatu dengan peran yang akan ia mainkan.
Sore itu, Astri dijadwalkan naik panggung dalam lakon berjudul "Ati Segara" (Hati Lautan), produksi kelompok ketoprak tobong Kelana Bhakti Budaya.
Pementasan berlangsung di Brayut, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, di sebuah panggung beratap seng yang berdiri tepat di sebelah rumah kecil bergaya joglo, yang berfungsi sebagai ruang rias para pemain.
Usai berdandan mandiri, Astri segera bergabung dengan rekan-rekan pemain ketoprak lainnya. Mereka berkumpul, duduk bersila di atas tikar, membaca naskah dan berlatih melafalkan dialog berbahasa Jawa halus (basa krama) dengan intonasi dan ekspresi yang harus dipelajari dengan cepat.
Bagi Astri, ini bukan sekadar pentas, melainkan tantangan baru, sekaligus perjalanan ke dalam dunia tutur yang tak pernah ia duga akan ia jelajahi.
"Seneng banget. Ini suatu kebanggaan buat saya," ucapnya saat berbincang dengan ANTARA belum lama ini.
Astri merupakan pendatang baru di lingkungan ketoprak tobong. Ia diundang secara mendadak oleh tim Kelana Bhakti Budaya karena kiprahnya yang aktif dalam kelompok Teater Ongkek di Yogyakarta.
Meski pengalaman pentas sudah banyak ia kumpulkan, membawakan dialog dalam bahasa Jawa halus di atas panggung ketoprak adalah medan baru.