MK Tolak Gugatan Terkait Masa Jabatan Pengurus Parpol, Golkar, Produktivitas Lebih Penting

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Daniel Yusmic ketika membacakan pertimbangan hukum dalam gugatan batas jabatan ketua partai politik. --
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima permohonan yang diajukan oleh tiga warga Papua bernama Muhammad Helmi Fahrozi (dosen), E. Ramos Patege (karyawan swasta), dan Leonardus O. Magai (mahasiswa) mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol), Rabu (30/8/2023).
Ketiga orang Pemohon tersebut mempersoalkan norma Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol yang menyatakan, pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi, saat membacakan amar Putusan Nomor 75/PUU-XXI/2023.
MK dalam pertimbangannya menyatakan setelah Mahkamah mencermati secara saksama permohonan para Pemohon, khususnya pada bagian hal-hal yang diminta untuk diputus (petitum) yang pada intinya memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol, “Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Pendiri dan Pengurus Partai Politik dilarang merangkap jabatan sebagai anggota partai politik lain, dan Pengurus Partai Politik memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut”.
“Terhadap petitum a quo, setelah Mahkamah mencermati telah ternyata Pasal 2 ayat (1b) UU 2/2011 merupakan bagian dari Bab II mengenai Pembentukan Partai Politik. Sementara itu, persoalan yang diminta oleh para Pemohon merupakan bagian dari Bab IX mengenai Kepengurusan. Apabila Mahkamah mengikuti keinginan para Pemohon untuk memberikan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 2 ayat (1b) UU 2/2011, pemaknaan baru tersebut bukan merupakan bagian dari norma yang mengatur tentang pembentukan partai politik. Seandainya pemaknaan baru yang dimohonkan tersebut dimuat dalam Bab II, disadari atau tidak, hal demikian akan mengubah struktur dan substansi yang diatur dalam Bab II,” kata Hakim Konstitusi Daniel Yusmic membacakan pertimbangan hukum MK.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham, menyatakan bahwa jabatan politik tidak bisa dipatok semata-mata oleh waktu, melainkan oleh kapasitas dan produktivitas seseorang dalam membangun partai.
"Waduh ini masalahnya saya. Kita bukan ketua, kita wakil ketua umum. Ya jadi saya kira memang begini ya," kata Idrus di kantor DPP Partai Golkar.
Ia menjelaskan, kepemimpinan dalam partai politik tidak dapat dipisahkan dari modal sosial, politik, dan sosiologis yang dimiliki oleh individu bersangkutan.
"Jadi jabatan politik ini adalah sebuah posisi yang memang secara apapun, sosial, politik, sosiologis, dan secara seterusnya kan memang harus orang-orang yang mumpuni. Orang-orang yang memiliki sebuah modal-modal tadi itu," ucap Idrus.
Idrus menekankan, selama seorang ketua umum masih memberikan kontribusi yang produktif bagi partai, maka tidak ada alasan untuk membatasi masa jabatannya.
"Dan oleh karena itu maka sebenarnya sepanjang itu masih bisa produktif bagi partai, kenapa tidak? Tetapi mungkin nanti jalan keluarnya setelah 1, 2, 3 periode itu dicarikan jalan keluar," ungkapnya.
Ia justru mengusulkan, mekanisme transisi yang tetap memberi ruang bagi peran strategis ketua umum yang sudah lama menjabat, tanpa menciptakan kesan absolutisme kekuasaan.
Menurutnya, solusi alternatif seperti perubahan struktur atau posisi yang tetap menghormati kontribusi mantan ketua umum parpol.
"Ya misalkan ada ketua umum jadi ketua Dewan Pembina, Ketua Dewan ini, ketua itu kan bisa saja dibuat sedemikian rupa. Karena boleh jadi misalkan ketua umum tetapi hanya formalitas," ujarnya.
Menurutnya, strategi ini bisa menjadi cara untuk menjaga kesinambungan sekaligus meminimalkan kesan dominasi pribadi dalam partai. Namun, ia menyatakan bahwa partai yang sehat seharusnya terbuka bagi semua pihak.
"Padahal partai yang sehat itu adalah harus go public. Ini kan permainan dalam rangka untuk menghilangkan juga kesan adanya dominasi. Ya orang per orang dan nanti juga muncul lagi isu-isu tentang memang partai ini hanya milik keluarga misalkan," pungkasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Pasal yang diuji mengenai aturan masa jabatan ketua umum.
"Menyatakan permohonan para Pemohon sepanjang mengenai pengujian Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tidak dapat diterima," ucap Ketua MK Suhartoyo, Rabu (14/5). (gwb)